
Ilustrasi/ Admin (shutterstock.co
Perhelatan pilkada DKI putaran pertama
telah usai. Ada hal yang membuat saya tertarik dalam pilkada DKI ini.
Mungkin hiruk pikuk pilkada DKI lebih terasa karena saya memfollow
beberapa warga dan selebtwit di twitter. Berbeda sekali dengan beberapa
perhelatan pilkada lainnya.
Yang menarik adalah kampanye cerdas yang
dilakukan beberapa selebtwit di twitter. Mereka menulis beberapa
pemikiran mereka dan alasan mereka mengapa harus memilih calon pemimpin
tertentu. Dengan cara seperti itu justru ada “pendidikan politik” yang
disampaikan secara cerdas bagi semua warga masyarakat. Warga diajak
untuk menelaah dan berpikir dari tulisan-tulisan para selebtwit.
Bukan hanya pendukung Fisalbeim saja
yang berkampanye melalui tulisan. Seperti apa yang dilakukan oleh
@pandji dalam blognya. Misalnya @blonktpoer dan @motulz yang belakangan
aktif menulis di Kompasiana dengan mengusung Jokowi. Apa yang mereka
lalukan secara langsung mendidik para pemilih untuk lebih kritis.
Menganalisa dari tulisan mereka sehingga mengambil kesimpulan untuk
memilih calon gubernur tertentu.
Secara tidak langsung apa yang dilakukan
para selebtwit patut diacungi jempol karena mendidik warga maya dan
nyata untuk berpikir cerdas salam menentukan pilihan. Terlepas dari
siapa pun yang mereka dukung.
Kampanye cerdas ini memang mungkin hanya
menyentuh kalangan menengah atas dan kurang efektif menyentuh kalangan
bawah. Apalagi mereka berkampanye di sosial media yang notabene lebih
banyak diakses kalangan menengah atas. Namun, dalam beberapa tahun
kedepan justru kampanye cerdas seperti inilah yang mempunyai efek domino
dan akan terekam sampai kapanpun dalam history blog. Sehingga akan
menjadi catatan sejarah yang berharga bagi anak cucu kita di masa
mendatang. Bahwa demokratisasi itu terjadi dalam dunia maya dengan
santun dan cerdas.
Harapan saya adalah semoga lebih banyak
lagi selebtwit dan para team sukses yang menulis, menulis dan menulis
dengan cerdas melakukan pengenalan dan jualannya melalui tulisan. Entah
itu dalam bentuk blog atau hanya sekedar ngetwit di twitter. Dengan
demikian pemilih yang masih abu-abu bisa menelaah dengan baik mana yang
harus mereka pilih. Pada akhirnya diharapkan lebih banyak lagi yang
tergerak untuk menggunakan hak pilihnya.
Melihat jumlah golongan putih yang
semakin banyak tentu ini sudah dalam ambang yang memprihatinkan. Warga
Jakarta khususnya semakin apatis dengan pemilihan. Padahal harapannya,
mereka yang alergi dengan partai bisa menyumbangkan suaranya kepada
calon independen. Tapi ternyata calon independen seperti Faisal dan Bang
Adji pun tidak memperoleh suara yang signifikan, meskipun masih lebih
baik dibandingkan pasangan Golkar. Artinya warga memang sudah cuek
dengan pemilihan. Mereka mungkin jenuh dengan pemilihan yang tidak
memberikan perubahan signifikan.
Oleh karena itu, semakin banyak orang
yang menulis, maka akan semakin banyak orang yang terdidik secara
politis. Sehingga warga akan semakin peduli untuk mementukan masa depan
mereka melalui sebuah pemilihan umum yang adil jujur dan rahasia. Lima
menit untuk menentukan perubahan pada lima tahun kedepan sangat penting.
Semoga pada pilpres mendatang jumlah golput bisa berkurang meski pun
trendnya sepertinya bisa sama seperti yang terjadi pada pilkada DKI
Jakarta putaran pertama. Harapannya pada putaran kedua suara golput
lebih berkurang karena pasangan yang ada semakin jelas track recordnya.
Pilihannya sudah tidak abu-abu lagi. Pilih yang pasti-pasti aja membawa
Jakarta lebih baik lagi.
kompasiana