Saya berbeda pendapat dengan teman-teman
ini. Saya meyakini bahwa kebanyakan orang yang berada di kedai kopi
siap mendengarkan nasihat dari pihak lain, termasuk dari kalangan
aktivis masjid, sebab kegiatan ini merupakan sesuatu yang unik, langka
dan baru bagi meremeka. Kita tidak perlu menyampaikan sesuatu yang
dapat melukai perasaan mereka. Kta harus menyampaikan dengan metode yang
tepat, dengan gaya yang menarik, dan dalam waktu yang singkat.
Ketika terjadi perdebatan yang panjang
seputar masalah ini, saya katakan kepada teman-teman, “Mengapa perconaan
ini tidak kita jadikan saja sebagai ‘hakim’ dalam persoalan tersebut?”
Akhirnya, teman-teman pun menerima usulan saya. Kami pun akhirnya keluar
untuk melakukan apa yang telah kami rencanakan. Kami awali dengan
mengunjungi beberapa kedai yang terletak di kompleks Shalahudin.
Selanjutnya di kedai-kedai kopi yang tersebar di wilayah Thulun,
sehingga akhirnya-melalui jalan berbukit-sampai di Jalan Salamah dan
Jalan Sayidah Zainab. Saya perkirakan dalam waktu semalam itu saya dapat
menyampaikan lebih dari dua puluh kali ceramah. Setiap ceramah
menghabiskan waktu antara lima hingga sepuluh menit.
Ternyata para pendengar sangat takjub.
Mereka semua terdiam mendengarkan ceramah dengan seksama. Para pemilik
kedai pada mulanya seperti kurang berkenan, namun setelah itu mereka
justru minta agar ceramah ditambah lagi. Mereka ingin agar setelah
menyampaikan ceramah, kami minum-minum terlebih dulu, atau mintapa saja
yang diinginkan. Namun dengan halus kami tolak kami memintamaaf kepada
mereka karena tidak bisa memenuhi kemauannya dengan alasan sempitnya
waktu. Kami memang telah berjanji kepada diri sendiri untuk
mengoptimalkan penggunaan waktu untuk Allah. Karenanya kami tidak ingin
memanfaatkannya untuk yang lain. Sikap kami ini dapat memberikan
pengaruh yang cukup besar bagi jiwa mereka. Tak perlu heran, karena
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak pernah mengut seorang rosul atau nabi,
kecuali moto pertamanya adalah: “Katakanlah, ‘Sya tidak akan meinta upah
atas kalian atas dakwah ini.’” Kesucian niat inilah yang memberikan
pengaruh yang positf dalam jiwa para mad’u (objek dakwah).
Percobaan ini ternaya berhasil seratus
persen. Selanjutnya kami kembali ke tempat kami di Syaikhun. Kami sangat
gembira dengan keberhasilan ini dan bertekad untuk meneruskan
perjuangan di lahan lain. Kami selalu berusaha memberikan nasihat
praktis yang aplikatif kepada semua orang melalui metode semacam ini.
Ini merupakan komitmen kami. Di dalam aktivitas ini, saya menemukan
‘hiburan’ tersendiri bersamaan dengan absen saya dari Jam’iyyah Al-Hasyafiyah,
yang gregetnya mulai meluntur di Mahmudia,meskipun para anggotanya
masih terus mempererat persaudaraan, saling bekerjasama untuk Islam,
serta masih dipersatukan oleh Tarekat Hashafiyah untuk tetap
melaksanakan aktivitas ibadah, dzikir dan beramar ma’ruf nahi mungkar.
Selanjutnya dari waktu ke waktu ekspedisi Inggris itu mampu
membangkitkan rasa fanatisme ke dalam jiwa mereka. Inggris telah
meletakkan tongkatnya dan bercokol di negeri yang aman ini; negeri yang
sebelumnya tidak pernah tertimpa oleh bencana sedasyat ini. Pantasnya
ekspedisi seperti itu tertuju ke ngeri-negeri paganis, bukannya mendiami
negeri-negeri kaum muslimin, karena mereka adalah manusia-manusia yang
keimanannya paling benar, ketauhidannya kepada Allah paling lurus,
hatinya paling bersih danjiwanya paling sehat. Hanya Allah-lah yang
berhak mengatur segala urusan makhluk-Nya. [HA]