Alhamdulillahirabbil`alamin
wa bihi nasta`inu `ala umuriddunya wad din hayyikum maasyirul ikhwan wa
akhwati jami`an bitahiyyatil islam
Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ikhwan
dan akhwat sekalian, para calon anggota dewan yang saya hormati,
khususnya para pimpinan DPW di Gorontalo dan juga Ketua WILDA dan
rombongan Pak Sekjen yang datang bersama saya pada kesempatan ini Saya
bersyukur sekali akhirnya bisa bertemu dengan antum semuanya,dan dengan
mengikuti acara dari awal tadi sampai sekarang, saya semakin yakin Insya
Allah bukan hanya badai pasti berlalu, tapi Insya Allah kita juga akan
menang.
Saudara-saudara sekalian,
Kita
mungkin dan saya kira masyarakat kita secara umum, pasti terpengaruh
dengan kasus yang sedang menimpa kita saat ini. Dan saya kira antum di
Gorontalo ini merasa, bahwa disamping ada kasus ini kelihatannya
kompetitor antum juga kuat disini. Saya kira perasaan ini ada pada antum
semuanya. Tadi kalau saya simak dari sambutan Ketua DPW, tapi saya
selalu mengulang-ulangi satu ungkapan yang selalu saya sampaikan pada
seluruh kader sejak saya awal dulu saya menjadi Sekjen.
Tantangan
yang besar itulah yang membuat kita menjadi besar. Kita tidak menjadi
besar seketika, tapi kita menjadi besar secara perlahan-lahan. Dan yang
mempercepat kita tumbuh menjadi besar itu karena tantangan kita lebih
besar dari kemampuan kita. Jadi kalau pada suatu waktu ikhwah sekalian,
antum menemukan diri antum semuanya, atau saudara-saudara menemukan
bahwa tantangan yang saudara hadapi di lapangan jauh lebih besar dari
pada kapasitas dan kemampuan kita untuk menghadapinya, percayalah itu
adalah alat dari Allah SWT untuk membesarkan kita. Sebab, sejarah itu
bergerak karena dialektika antara tantangan dan respon, challenge and
respon, wal istijabah.
Manusia
pada tabiatnya bergerak karena dia ditantang, jadi kalau tidak ada
tantangan bagi manusia, tidak ada stimulan yang akan membuat dia
bergerak. Sejarah manusia menjadi dinamis, karena tantangannyalah yang
membuat dia merespon terus-menerus tantangan itu sehingga ada dinamika.
Dinamika gerak sejarah itu ditentukan oleh dialektika tantangan dan
respon itu tadi. Coba kita lihat perjalanan kita sendiri,
saudara-saudara sekalian. Saya ingat, pada waktu kita pertama kali
mendirikan partai ini, jumlah kader kita itu hanya sekitar 33.000 orang.
Sekarang jumlah kader kita yang tercatat, maksudnya yang tertarbiyah by
name by address itu sekitar 500-an ribu.
Dan
kalau kita memasukan semua yang tidak tercatat, tapi ada dilingkaran
kerja PKS semuanya, kira-kira angkanya dikisaran 800 sampai 1 juta
orang. Itu semuanya kita capai dalam waktu kira-kira 15 tahun sejak kita
terlibat dalam partai politik. Siapa yang pernah membayangkan bahwa
kita bisa tumbuh begitu cepat. Salah satu alasan mengapa kita melakukan
rekrutmen besar-besaran, saya ingat itu keputusannya pada tahun
2000-2001, waktu kita menyusun rencana kerja. Kenapa kita melakukan
rekrutmen besar-besaran, alasannya sederhana, setelah kita merasa bahwa
capaian pada tahun 1999 hanya 1,4 juta orang, dan kita tidak lolos
electoral threshold, sehingga harus ganti nama untuk bisa ikut pemilu
2004. Saya membuat hitung-hitungan kampung, ini tidak akademik sama
sekali, tapi ini orang kampung ini hitungannya.
Kalau
kader kita ada 33.000, suara kita ada 1,4 juta, kira-kira rasio kader
dengan suara itu 1 per 40. Saya hitung-hitung, tahun 2004 nanti kita
tidak akan punya uang untuk bisa pasang iklan, karena terlalu mahal.
Jadi kalau kita mau lolos ET, hanya ada satu cara, tambah jumlah kader
supaya suaranya bertambah. Jadi misalnya kita punya target berapa,
tinggal kita buat rasionya. Sebab kita tidak bisa memiliki semua elemen
pemenangan itu, faktor-faktor kemenangan itu setelah kita hitung-hitung
kira-kira ada 8, salah satunya adalah media/iklan. Kita akui itu
pengaruhnya besar, tapi bagaimana cara mensiasatinya kalau kita tidak
punya uang, iya kan. Kira-kira kasus PKS ini kan sama dengan lagu Rhoma
Irama, apa artinya malam minggu bagi orang yang tidak mampu, mau ke
pesta tidak punya uang, akhirnya nongkrong dipinggir jalan. Jadi kalau
orang lain bikin pesta besar dalam gedung, kita tidak bisa sewa
gedungnya, tidak bisa sewa artis untuk nyanyi yang bagus disitu, yang
kita lakukan apa, kita bikin pesta dipinggir jalan dengan cara kita
sendiri, kita sendiri yang nyanyi, kita bikin lagunya sendiri, kita
joged sendiri suka-suka hati. Dan ternyata, Alhamdulillah pesta kampung
dipinggir jalan ini, sedikit banyak lebih menarik dari pesta yang ada
dalam gedung. Sehingga orang-orang yang tadinya ikut acara didalam
gedung lama-lama satu per satu keluar dari gedung, ikut nongkrong pesta
bersama kita dipinggir jalan. Itu cara mensiasati kemiskinan.
Dan
Alhamdulillah, kita mengalami lompatan, bukan hanya pada lompatan
suara, tapi pertama-tama lompatannya adalah pada jumlah kader. Nah,
saudara sekalian, dari mana kita bisa menemukan ide kreatif begitu,
kalau bukan karena tantangannya yang sangat berat. Kita semuanya dipicu,
adrenalin kita terpicu karena kita tidak lolos ET, sehingga kita
semuanya mencari, putar otak, cari akal bagaimana caranya bisa menang
dengan uang yang sangat terbatas.Saya kira, ini persoalan antum juga di
Gorontalo.
Ada
semangat, tapi tidak punya uang. Nah, kita mesti memicu adrenalin kita
dengan tantangan yang besar seperti itu, supaya kita bisa putar otak,
bagaimana caranya kita menang. Dan ini persoalan PKS dari dulu sampai
sekarang. Apalagi setelah kita menghadapi kasus ini. Saya dengar dari
salah seorang menteri kita dalam suatu rapat, itu pernah mengatakan
sekarang orang takut semua ketemu dengan kita. Takut keseret-seret
katanya. Saya bilang, wajarlah. Karena uang dalam politik itu mengalir
kepada prospek, siapa yang punya prospek kesitulah uang mengalir. Yang
tidak punya prospek, biasanya uang tidak mengalir kesana. Nah, sekarang
saya kira dalam situasi seperti ini, antum semuanya membaca
survey-survey. Saya tadi sudah membaca hasil survey Gorontalo, dan
surveynya menyedihkan, sangat menyedihkan. Cuma dapat 2,6 %. Sangat
menyedihkan survey ini.Tapi itu juga angka nasional. Jadi bukan cuma
Gorontalo yang menyedihkan, kita secara nasional juga sangat
menyedihkan. Dan apa yang kita lakukan kalau kita membaca survey seperti
itu ikhwah sekalian. Sekarang antum mulai menghitung tantangannya,
sudah disurvey jelek, kita tidak punya uang pula.
Apa
yang kita lakukan? Saya bilang sama semua daerah yang sudah melakukan
survey,survey itu jangan disembunyikan, dibuka kepada seluruh kader
tanpa kecuali. Supaya semua orang tahu angka kita dalam survey jelek.
Memang kenapa kalau jelek.Itu angka kita sendiri, dan jangan membela
diri dengan mengatakan “wah, beriman kepada survey ini kan salah. Sebab
survey itu bukan rukun iman” …Survey itu adalah produk ilmu pengetahuan.
Dan islam menganjurkan kita semuanya berpengetahuan. Karena itu kata
ilmu dalam AlQur`an terulang lebih dari 750 kali. Bahkan iman ini hanya
menjadi kuat menjadi sah, kalau dia dilandaskan pada ilmu ..fa’lam
annahu laa ilaaha illallah ..”ketahuilah bahwa tiada Tuhan selain Allah “
.. fa bada`a bil ilmi qoblal iman.. jadi “al Qur`an memulai dengan ilmu
sebelum iman”.
Walaupun
tidak masuk didaftar rukun iman survey itu, tapi kita harus percaya dia
sebagai produk pengetahuan. Tapi cara bacanyalah yang perlu kita
pelajari. Cara membaca survey yang benar adalah ;
Pertama
Memposisikan diri kepada survey. Yang tidak boleh kita lakukan adalah
memposisikan diri kepada survey sebagai penonton, itu tidak boleh. Yang
kedua, memposisikan kepada survey sebagai pengamat, itu juga tidak
boleh. Kita harus memposisikan diri kepada survey sebagai pemain. Saya
ulangi, sebagai pemain, bukan penonton dan juga bukan pengamat. Kalau
antum biasanya melihat penonton orang main bola, ekspresi wajahnya itu
mengikuti siapa grup yang dijagokan. Begitu grupnya kebobolan bola,
wajahnya sedih, itu penonton. Begitu menang, dia tepuk tangan, itu
penonton. Kalau pengamat, dia lihat arah bola, bisa ke kanan bisa ke
kiri. Karena dia tidak punya interest. Tapi kalau kita pemain, pikiran
kita itu cuma satu. Bagaimana caranya mencetak gol.
Jadi
kita membaca survey ini semuanya, dengan satu cara pandang, bagaimana
caranya kita menemukan celah, untuk bisa menggiring bola ke gawang. Itu
mindset pemain. Gawangnya adalah TPS, bolanya adalah pemilih. Ada
untungnya, kita tahu survey ini sekarang. Karena survey ini adalah
produk persepsi hari ini. Sehingga bentuk pertanyaannya, jika anda ada
pemilihan hari ini…untungnya Pemilu 5 bulan lagi, masih ada waktu. Itu
mindset pertama. Sekarang kita juga mungkin berpikir, di TV, di media
kita sekarang tidak punya banyak frekuensi kemunculan. Apalagi sekarang
ini, khususnya TV secara umum, sudah dimiliki oleh petinggi-petinggi
parpol. Sehingga semua media digunakan untuk partainya sendiri-sendiri.
Jadi kalau antum berpikir dalam kerangka itu, media sudah punya partai
lain. Di survey kita jelek, kita pun tidak punya uang untuk itu. Pusing
kita kan?..tapi sekarang, coba sekarang kita putar otak sebagai pemain.
Dan kita masih punya satu keuntungan, karena pencoblosan tidak dilakukan
di TV, pencoblosan adanya di TPS. Dan di TPS itu dalam jangkauan antum
semuanya. Jadi jangan khawatir. Saya sudah menyaksikan berkali-kali,
banyak orang yang punya TV, tapi partainya tidak dapat suara. Dan banyak
partai yang tidak punya TV tapi partainya dapat suara. Kenapa, yang
perlu kita tahu adalah realitas media dan realitas lapangan itu dua hal
yang berbeda. Jadi sepanjang TPS ada dalam jangkauan antum semuanya,
Insya Allah kita punya celah yang sama untuk menang. Jadi jangan
bersedih. Yang penting mindsetnya yang kita perbaiki. Mindset kita
adalah pelaku, mindset kita adalah pemain. Sehingga kita membaca survey
ini dalam perspektif sebagai pelaku itu.
Kedua
Kita harus punya mental juara. Jadi kalau kita main bola dua babak, dan
babak pertama kita kebobolan tiga gol, jangan berpikir kita kalah,
masih ada babak kedua. Dan kalau babak kedua kita belum cetak gol juga
pada menit-menit pertama,jangan khawatir, masih ada menit-menit
sesudahnya. Kita baru benar-benar dinyatakan kalah, kalau pertandingan
sudah selesai, dan kita kalah. Sepanjang belum ada pluit dari wasit
bahwa pertandingan selesai, sepanjang itu kita punya harapan untuk
mencetak gol. Jadi sekarang, mumpung pemilunya masih lama, masih ada
waktu untuk mencetak gol. Kita mesti punya mental juara ini, yang tidak
merasa kalah dimenit-menit pertama, walaupun tampak sudah kebobolan.
Saya ingat dulu Rudi Hartono dalam salah satu pertandingan bulu tangkis,
itu sudah 13 – 0, kalau tidak salah lawannya dari India, dia 0 lawannya
sudah 13, tinggal 2 angka lagi lawannya menang. Tapi mental juara,
perasaannya tidak terpengaruh. 2 itu angka yang mahal, dia terus main.
Dan pelan-pelan mulai mencetak angka, 1, 2 dst naik sedikit-sedikit.
Akhirnya dia memenangkan pertandingan itu diakhir.
Saya
punya keyakinan yang kuat, kalau kita punya mental juara seperti ini
ikhwah sekalian, Insya Allah, kita akan membuat hasil pertandingan itu
menjadi sesuatu yang tidak bisa diduga-duga orang. Dan jauh lebih bagus
ketika kita bertanding dalam keadaan orang-orang itu under estimate
kepada kita, dibanding ketika orang over estimate kepada kita. Jadi
kalau orang sekarang misalnya persepsinya tentang PKS ini jleb ..
misalnya underdog.wah ini PKS pasti hancur. Angkanya sedikitlah, tidak
akan banyak angkanya yang akan dia dapat nanti, tidak akan banyak
kursinya. Malah ada satu partai bisik-bisik ke kita, dia bilang begini,
ini PKS nanti maksimum 25 kursi untuk DPR RI, kita sudah buat simulasi.
Ada lagi yang bilang, kita sudah bikin simulasi maksimum kursi PKS itu
28. Ini ikhwah, karena dikasih tahu begini, dia tanya saya ini bagaimana
pendapat antum. Saya bilang..Bagus, sudah benar itu dia ngomong begitu
kepada kita. Sudah bagus orang-orang itu bicara begitu kepada kita.
Tapi, kita punya rencana sendiri,dan kitalah yang lebih tahu bagaimana
caranya mencapai rencana itu. Kita yang lebih tahu.
Ikhwah
sekalian, saya ingat pada tahun 2004, ketika saya jadi caleg di
Jakarta, waktu itu Jakarta nomor 1-nya itu merah. Kita sudah membuat
rencana pokoknya Jakarta kita harus nomor satu, tapi rencananya
diam-diam. Saya membuat cara hitung kampung bagaimana cara dapat kursi
maksimal di Jakarta dan tidak pakai survey waktu itu. Saya bikin sendiri
hitungannya. Karena pikiran saya sederhana, gawangnya TPS bolanya
pemilih. Jadi kader yang kita punya ini kita suruh bikin direct selling
setiap hari dan setiap malam saya mendapatkan laporannya dari DPC dengan
angka-angka. Tapi saya tidak memberi tahu Ketua-ketua DPC bagaimana
cara saya menghitung, pokoknya saya cuma meminta laporan daftar closing
setiap hari dari semua kader yang melakukan direct selling. Setiap malam
saya kumpulkan angka-angka itu,secara diam-diam semua angka itu saya
buat angka akumulasinya, setelah itu saya diskon 50 %, saya anggap
laporan mereka ini 50 %-nya tidak benar. Saya diskon sendiri. Jadi 50 %
ini angka nett, saya genjot mereka terus bikin program itu, walhasil,
setelah saya diskon 50 %, angka nett ini ternyata hasilnya sudah dua
kursi. Saya bilang, saya genjot lagi sedikit. Dan Alhamdulillah, begitu
pencoblosan, di dapil saya dapat tiga kursi. Waktu itu pak Presiden
Hidayat Nur Wahid di dapilnya beliau dapat dua kursi. Dan Alhamdulillah
kita nomor satu di DKI. Tahun 2009 yang lalu, saya jadi caleg lagi di
Makassar, dapil I. Saya Bugis,tapi dapil ini dapil Makassar. Saya tidak
punya keluarga disitu, dan struktur pun juga lemah disitu. Bahkan ada
satu kabupaten diwilayah itu yang KI-nya nol. Ada lagi satu kabupaten
KI-nya Cuma satu, Ketua DPD. Ada lagi satu kabupaten KI-nya cuma 7.
Kemudian banyak lembaga survey di SulSel bikin survey, sampai bulan
Februari tahun 2009 atau 1 bulan setengah kurang dari hari pencoblosan,
nama saya pun belum muncul di dalam survey. Sehingga ketua lembaga
survey ini mempresentasikan di depan Wilda, sambil bicara begini, Pak
Anis pasti tidak masuk, dan potong telinga saya kalau sampai benar-benar
dia masuk. Saya dengar juga. Saya bilang, sudah benar dia ngomong
begitu. Walhasil, angka saya yang paling tinggi di dapil itu, tapi kita
tidak sampai meminta telinganya di potong.
Ikhwah
sekalian, ini cara kerja diam-diam. Jadi saya waktu itu Ketua TPPN, dan
memang tidak punya banyak waktu mengurus dapil itu, karena saya harus
mengurus semua dapil. Apa yang saya lakukan ? Saya pertama kali turun
sapu bersih wilayah itu, lihat saja, tidak ketemu siapa-siapa, cuma
datang keliling, saya cuma lihat wilayah. Kalau istilah orang get the
feeling. Cuma kita merasa-rasa saja wilayah itu. Feelingnya kayak apa
kita diwilayah itu. Saya lihat baliho orang-orang, bikin baliho
besar-besar. Langkah kedua, saya mulai ketemu dengan struktur dan ketemu
dengan orang tapi tidak dalam acara, cuma ketemu-ketemu saja, lihat
orang, suasana orang. Sambil melihat atribut calon-calon yang lain.
Langkah ketiga, saya mulai testcase, bikin acara. Saya kumpulkan massa,
saya ceramah politik. Waktu ceramah politik itu, saya melihat orang
tidak punya respon apa-apa. Saya menyiapkan bahan visi misi yang luar
biasa, tapi orang kok responnya tidak ada. Saya bilang coba kita
testcase sekali lagi. Bikin acara isra` mi`raj atau maulid, saya lupa.
Ternyata orang responnya luar biasa. Setelah itu, saya mulai bikin foto,
sebelum bikin atribut.
Coba
cek ke lapangan, survey dulu ke lapangan. Saya bikin 4 foto, 1 foto
pakai jas pakai dasi, 1 foto pakai jas tanpa dasi, 1 foto pakai baju
koko pakai peci putih, 1 foto pakai batik. Tanya mereka, yang paling
mereka suka yang mana. Jadi kalau turun, orang tidak suka ceramah
politik. Yang mereka suka, ceramah agama. Karena jarang-jarang ada
politisi yang bisa bicara agama. Tapi begitu kita kasih foto, ternyata
yang mereka suka, yang pakai jas pakai dasi. Karena orang-orang disana
pendidikannya rendah, jadi dia berharap pemimpinnya itu tampak lebih
cerdas dari mereka. Anda perhatikan, mereka pendidikannya rendah,
padahal mereka religius, kelompok yang dikenal daerah orangnya agamis.
Kita kasih foto yang pakai baju koko pakai peci, mereka tidak suka. Tapi
kalau turun ke lapangan, dia tidak suka kita pakai jas pakai dasi. Dia
maunya kita pakai koko saja. Tapi kalau dikasih foto, dia maunya yang
pakai jas pakai dasi. Oke, kalau begitu saya mulai mengerti. Pada
kelompok masyarakat yang tidak terdidik, mereka mengharap pemimpinnya
itu tampak cerdas, lebih cerdas dari mereka. Itu sebabnya, kenapa
Habibie jadi Dewa di Sulawesi. Karena makhluk langka seperti ini,
jarang-jarang kita punya. Jadi mereka senangnya yang begitu. Tapi waktu
kita turun, dia tidak suka ceramah politik, kenapa? Dia tidak paham. Dia
tidak suka kita bicara program. Begitu kita bicara agama dikaitkan
sedikit dengan politik, baru dia suka. Dia tepuk tangan. Dia semangat.
Akhirnya Alhamdulillah,karena cara seperti itu, semua permintaan datang
dari masyarakat setelah itu hanya untuk ceramah agama. Saya ingat,
disalah satu kabupaten, karena waktu sudah tidak ada, saya menyampaikan
ceramah agama itu jam 2 pagi. Karena sudah tidak ada waktu, dan ini
waktu yang tersedia tinggal begini, oke tidak apa-apa yang penting
datang kesini. Dan orang kampung kumpul semuanya ditempat itu,mereka
menyediakan makan, bikin pesta besar, orang kampung semua kumpul sambil
merokok, tunggu saya jam 2 malam baru datang.
Alhamdulillah,
saya menang besar didaerah itu. Dan mereka bayar sendiri. Saya mau
menyampaikan, ini persoalan masalah kreatifitas, cara kita bekerja,
mindset sebagai pemain dan mental juara. Setelah itu saya mulai berpikir
begini, saya tidak pasang baliho besar. Setelah saya lihat dijalanan
baliho besar ini pertama penyakitnya gampang rusak, kedua butuh space
yang besar, ketiga ongkosnya mahal. Bagaimana cara kerja kalau uang kita
sedikit. Saya coba cari akal, bagaimana caranya..saya
lihat-lihat..bentuk-bentuk potret zaman dulu, saya bikin banner
kecil-kecil 1×60 lebarnya. Kecil-kecil. Ini ongkosnya murah, ongkosnya
satu Rp 5000. Tapi saya cetak banyak. Dan dipasang, karena tidak bisa
dipasang dipohon-pohon. Jadi setiap 100 meter dipasang satu, ongkosnya
murah. Jadi kalau satu km cuma perlu 10, harganya cuma Rp 500.000. Kalau
100 km hitung berapa ongkosnya. Saya cetak banyak banner, dan seluruh
kabupaten/kota di dapil itu setiap 100 meter ada banner saya. Tapi, ada
saran dari ikhwah waktu itu kordapilnya, jangan pasang di bulan
November, Desember, Januari. Saya bilang kenapa? Itu musim hujan. Jadi
nanti sampai musim pencoblosan, itu gambar sudah jelek. Benar juga. Jadi
banner itu disimpan. Pada bulan Februari itu dipasang serentak disemua
kabupaten/kota. Besok pagi orang bangun tidur, orang kaget, dan
pertanyaan orang cuma satu; berapa banyak uangnya yang dia pakai. Karena
itu cara kita mensiasati kemiskinan. Jadi ide ini dulu saya ambil dari
kisah salah satu perang yang dipimpin oleh Khalid bin Walid, yaitu
perang mutah. Jadi ini pasukan jumlahnya cuma 3000 orang lawannya 200
ribu orang. 4 komandan pasukannya sudah syahid semuanya, Khalid bin
Walid disuruh jadi pengganti. Waktu Khalid menjadi pengganti, dia
berpikir kemenangan maksimum yang kita bisa dapat dalam pertempuran yang
tidak seimbang ini adalah menyelamatkan nyawa yang tersisa. Cuma
bagaimana caranya mundur tanpa disadari oleh lawan kalau kita mundur.
Jadi dia bikin satu pola, namanya nizhamul qaradisy. Jadi pasukan ini,
yang difront diganti-ganti, habis difront ini disuruh mundur, muncul
lagi yang lainnya. Terus diganti seperti itu. Sehingga lawan itu punya
bayangan ini ada supply pasukan terus. Tidak berhenti, terus ada supply
pasukan, wajah terus berganti-ganti, besok baru lagi, besok baru lagi.
Mentalnya mulai turun,akhirnya yang tadinya agresif menyerang, jadi
defensive, berhenti dulu. Ini ada supply pasukan, kita tidak bisa baca
ini. Padahal pelan-pelan yang ini mulai mundur satu-satu, cuma yang
didepan selalu ganti. Itu cara membuat jumlah yang kecil kelihatan
banyak. Sekarang bagaimana cara kita membuat orang miskin tampak seperti
sangat kaya. Jadi orang dulu berpikir, Pak Anis ini uangnya unlimited,
top. Memang itu yang kita harapkan, pikiran itu yang kita inginkan dari
orang. Dia tidak tahu berapa harga banner saya, kalau kita pasang
baliho, kalau ukuran 2×3 kan mahal ongkosnya, ini harganya Rp 5000, kita
cetak banyak, akhirnya kesan orang ini ada dimana-mana sampai di
kampung-kampung, di gunung-gunung juga ada, padahal barangnya murah.
Ikhwah
sekalian, itu adalah masalah mental juara. Satu lagi dari persoalan
dengan mental juara ini adalah dalam cara kita membaca survey; yaitu
perhatikan jangan lihat angka akhirnya dalam membaca survey….. Golkar
dapat berapa, Hanura dapat berapa, PPP dapat berapa, PKS dapat berapa.
Tidak, bukan begitu cara melihatnya. Bagaimana cara kita menemukan
celah. Saya sudah mentrash semua survey yang ada, membacanya, dan
kesimpulan saya kira-kira begini; pemilih di Indonesia ini 70 % sudah
menetapkan pilihan, 30 % belum. Dari 70 % yang sudah menetapkan pilihan,
kira-kira 50 %-nya itu masih bisa berubah. Jadi kalau kita gabung
antara 30 % yang belum memilih dan 50 % dari 70 % yang masih mungkin
berubah atau sekitar 35 % lagi, ada kira-kira 65 % pemilih yang belum
menetapkan pilihan sampai sekarang atau masih mungkin berubah. Sehingga,
angka-angka survey ini,itu adalah angka flotaid, angka yang rapuh,
gampang berubah-rubah. Sebab belum terjadi satu konsolidasi yang
menggiring suara, seperti yang kita lihat di channel national
geoghraphy, ikan-ikan itu rombongan, satu arah. Suara-suara pemilih ini
masih acak, masih random, belum terkonsolidasi kepada satu titik.
Artinya apa, tidak ada satu partai sekarang ini yang bisa dikatakan
lebih menonjol dari pada yang lainnya dalam hal konsolidasi tadi. Yang
terjadi ini adalah angka-angka biasa disebabkan oleh pengenalan
masyarakat biasa seperti itu, tapi tidak terjadi penggiringan secara
massif terhadap salah satu partai tertentu. Ini yang saya maksudkan
dengan celah. Sehingga hasil survey yang ada di Gorontalo ini setelah
saya baca tadi malam, dalam kesimpulan saya hanya mungkin Golkar yang
relatif lebih kuat, agak permanen suaranya, karena factor masa lalu.
Akumulatif seperti itu, tapi lainnya masih flotail semuanya walaupun ada
diatas kita. Jadi benar kata Pemred Gorontalo Post tadi malam, asalkan
PKS bekerja PKS pasti dapat kursi. Itu celahnya yang ada.
Jadi
dengan demikian ikhwah sekalian, Survey yang tampak menakutkan ini
sebenarnya justru membuka celah kepada kita semuanya. Celah kita menang
disini. Dan biarkan orang berpendapat sesuai dengan survey ini, supaya
orang underestimate dengan kita. Dan kalau orang underestimate dengan
kita Insya Allah kita bisa jauh bekerja lebih bebas tanpa beban. Itu
juga sebabnya mengapa kira-kira sejak bulan Juni yang lalu, kita
melakukan perubahan strategi. Waktu kasus ini terjadi ikhwah sekalian
pada akhir Januari, saya berpikir, saya menyelamatkan dulu hal-hal yang
tidak boleh tidak diselamatkan. Karena itu kita langsung high profile
diawal, dibulan Februari itu. Dan Alhamdulillah 3 minggu setelah
kejadian itu, kita menang di Jawa Barat, 5 minggu kemudian kita menang
lagi di Sumatera Utara. Dan setelah itu kita bikin acara Mukernas di
Semarang, setelah itu konsolidasi di Istanbul untuk seluruh kader dari
seluruh dunia. Dan saya pikir waktu itu, karena kita ingin
mempertahankan moralitas kader, jadi kita semangat 45. Kita lawan
semuanya, dan Alhamdulillah kita menang. Dan saya memberikan komentar
atas kemenangan itu sebagai kemenangan di tengah badai. Ini kelihatannya
kompetitor kita melihat, ini partai sudah di bom begini masih saja
hidup. Akhirnya datanglah badai kedua, sejak bulan Mei keluarlah semua
perempuan-perempuan cantik itu di media. Yang tadinya hanya muncul di TV
berita seperti TV One dan Metro TV, akhirnya muncul di entertainment
semuanya. Dan begitu muncul di entertainment, kita tahu yang disasar
adalah kelompok ..kalau biasanya diTV itu marketnya adalah BCDE,
kelompok masyarakat menengah bawah, khususnya ibu-ibu. Sehingga orang
kita survey lagi, yang tadinya hanya ada 30 – 40 % yang mengenal kasus
ini, setelah kita survey ulang, ternyata yang mengetahuinya sudah sampai
85 %, dan yang percaya PKS salah itu 70 %. Saya bilang, ini pintar
benar yang melakukan serangan ini, dahsyat. Dahsyat yang melakukan
serangan ini. Jadi kita mulai melakukan perubahan sedikit strategi.
Bagaimana cara kita melakukan perubahan dalam strategi ini? Kita biarkan
dulu ini berlalu sambil kita tarik napas.
Masih
ada waktu, Insya Allah. Dan saya kira ikhwah sekalian, salah satu seni
yang rumit dalam pengelolaan kampanye itu adalah karena kita harus
mengkombinasikan kapan lari marathon, kapan lari sprint. Saya kira pada
bulan Februari-Maret dan April kita lari sprint. Sehingga kita
dislediting oleh orang lain, kita jatuh menjaga gawang. Sekarang kita
sudah mengerti. Kita belajar lagi..belajar lagi…belajar lagi ….dan kita
mulai bisa mengatur ritme. Saya bilang, biarkan ini sedikit berlalu dan
kita mulai mengatur ritme ini pelan-pelan. Dan saya masih tetap yakin
Insya Allah bahwa target-target yang kita buat Insya Allah bisa kita
capai. Saya mengaudit semua dapil sekarang ini satu per satu,
mengunjunginya, tanpa membawa rombongan media yang besar. Karena memang
saya sengaja, supaya tidak terlalu menjadi berita besar, muncul dalam
berita tapi tidak perlu jadi gelombang yang terlalu besar, seadanya
saja. Itu dengan sengaja, supaya kita punya waktu mengaudit lapangan
secara lebih detail. Dan setelah kita audit ikhwah sekalian, dari barat
sampai ke timur semuanya kita audit, sekarang ini dapil-dapil kita bagi
dua, dapil barat sama dapil timur. Dapil barat itu wilayah dakwah
sumatera dan seluruh pulau jawa, wilayah dakwah jawa tengah, jawa timur,
dan banjabar. Kemudian 4 wilda yang lainnya, termasuk wilda Sulawesi
ada diwilayah timur. Dan sekarang kita buat zona dapil itu menjadi 3
dalam 2 zona besar tadi. Zona Barat dan Zona Timur. Didalam setiap zona
ini kita bagi 3 dapil. Yang pertama; dapil existy artinya dapil yang
sudah dapat suara dan tidak ada rencana pertambahan suara karena
kondisinya,sudah dapat kursi DPR RI, tidak ada rencana pertambahan
suara,kita cuma mempertahankan. Yang kedua; dapil new sheet, kursi-kursi
baru. Gorontalo masuk disini. Yang ketiga; dapil expansi, dapil yang
sudah dapat kursi dan punya potensi untuk mendapatkan tambahan kursi
baru. Setelah kita hitung-hitung, kira-kira ada 54 dapil incumbent yang
bisa bertahan, dan ada 20 dari sisa 23 dapil yang kita targetkan Insya
Allah dapat kursi DPR RI, termasuk Gorontalo. Dan ada 10 dapil yang kita
harapkan Insya Allah mendapatkan kursi tambahan, sudah dapat dan Insya
Allah masih bisa dapat satu lagi kalau kita push. Jadi kira-kira setelah
kita membuat hitungan-hitungan lapangan ini, kita tetap optimis Insya
Allah, paling sedikit kita mempertahankan 57 kursi yang ada dan
mudah-mudahan bisa menambah beberapa kursi lebih dari yang sudah kita
dapat. Tapi kita diam-diam. Bekerja dalam diam, dalam sunyi yang
panjang. Diam saja bekerja, tokh closingnya ada dilapangan bukan di
media. Ini yang saya maksud kita lakukan anjudment Insya Allah, setelah
saya keliling dan melihat kondisi elemen-elemen pemenangan pada kader
itu semuanya, saya semakin percaya Insya Allah ini bisa kita menangkan.
Ikhwah
sekalian, saya kira kita perlu mendapatkan inspirasi. Setelah melihat
audit dapil-dapil ini, kita perlu mendapatkan satu inspirasi, bagaimana
cara kita mengelola sisa waktu yang ada sekarang ini untuk bisa
memenangkan target-target kita ini. Salah satu sumber inspirasi yang
saya ulang-ulangi sekarang khususnya pada antum semuanya para caleg yang
menjadi ujung tombak dari pemenangan ini, satu peristiwa dalam sejarah
rasulullah SAW. Antum masih mengingat, kapan waktunya Rasulullah
memberikan janji akan membebaskan Persia dan Romawi. Masih ingat? Dalam
peristiwa apa Rasulullah menjanjikan pembebasan Persia dan Romawi ?
Perang Khandaq !! Coba kita zoom ini perang khndaq lebih detail sedikit.
Perang Khandaq ini adalah perang ke-3 terbesar setelah perang Badar dan
Perang Uhud. Jumlah pasukan islam pada perang Badar itu 300 lawan 1000,
waktu perang Uhud 1000 lawan 3000, waktu perang Khandaq 3000 lawan
10.000. Jadi perbandingannya selalu 1 lawan 3. Perhatikan. Tapi ada
masalah dalam perang Khandaq ini, yaitu informasi rencana serangannya
baru diperoleh oleh Rasulullah 6 hari sebelum hari H serangan. Sehingga
relative tidak ada waktu untuk menggiring perang ini keluar kota. Perang
Badar itu terjadi diluar Madinah. Kira-kira jauhnya dari Madinah 150-an
meter. Perang Uhud itu masih dipinggir kota, daerah pegunungan
dipinggiran Madinah. Dekat ke Madinah, tapi itu masih agak kepinggir.
Tapi perang ini, karena waktunya terlalu singkat itu tidak bisa digiring
ke luar Madinah. Persoalannya adalah pasukan sebesar 10.000 orang itu
tidak bisa dibendung. Kalau mereka menyerbu seperti itu, terlalu besar
untuk dibendung didalam kota. Dan bagaimana caranya menyelamatkan
anak-anak, wanita dan orangtua. Kan itu persoalan. Maka Rasulullah
musyawarah, muncullah usulan strategi, taktik itu tadi, menggali parit.
Saya kira sampai disini antum semua tahu paritnya. Ada pertanyaan
teknis. Kita ini orang-orang lapangan semuanya. Pertanyaan teknisnya
adalah berapa luas paritnya, berapa dalamnya, dan berapa panjangnya
parit digali. Parit ini dalamnya 3 meter, lebarnya sekitar 6 meter,
supaya tidak bisa dilompati kuda, dan kalau kudanya jatuh tidak bisa
naik lagi. Panjangnya itu setengah Kota Madinah. Masalahnya, secara
teknis, waktu itu musim dingin. Musim paceklik juga, musim lapar. Antum
pernah mendengarkan Rasulullah mengikat pinggangnya dengan 2 batu.
Kejadiannya pada perang Khandaq itu tadi. Tapi, ikhwah sekalian, sisa
waktu kerjanya masalahnya tinggal 6 hari. Antum Pemilu masih berapa
lama? Masih 5 bulan. Ini sisa kerjanya cuma 6 hari. Jadi ditengah
tantangan berat seperti itulah …dan siapapun yang pernah umrah..pernah
ke Madinah tahu bagaimana kerasnya tanah di Madinah itu. Jadi tidak
gampang menggali seluas itu. Itu sebabnya ada satu batu karang disitu
yang tidak bisa dipecahkan oleh para sahabat, akhirnya Rasulullah yang
turun tangan memecahkan karang itu. Pada setiap kali pukulan karang itu,
Rasulullah mengatakan ..la tuftahanna ruum..la tuftahanna pursy..satu
persatu negara itu yang akan dibebaskan itu disebutkan Rasulullah,
padahal perang ini belum dimenangkan. Jadi kita belum memenangkan Pemilu
2014, tapi kita sudah mempunyai rencana kemenangan yang lebih besar
dari pada sekedar kemenangan pemilu 2014.
Perhatikan
ikhwah sekalian, itu sebabnya ikhwah sekalian, Allah SWT menyebutkan
selalu bersamaan innama`al usri yusra….innama`al usri yusra… tidak
pernah kesulitan itu datang sendiri. Selalu ada pasangannya, pasangannya
adalah kemudahan. Dan ada kaidah ushul fiqh yang mengatakan, al amru
idza doqot tasho`, wa idza tasho` adho` -urusan itu kalau lapang
menyempit, kalau menyempit lapang – ..orang-orang Gorontalo yang tinggal
dikota disini, tidak boleh shalat jamak dan qashar, tapi kami yang
datang dari Jakarta itu boleh shalat jamak dan qashar. Karena
orang-orang yang diam di Gorontalo ini itu urusannya lapang,
peraturannya jadi ketat. Kita, urusan kita sempit, peraturannya
dilonggarkan. Jadi ikhwah sekalian, artinya apa..setiap kali ada
tantangan besar seperti ini, Allah menyediakan dibaliknya itu ada
rencana kemenangan. Jadi ini ada taqdir yang ingin diberlakukan Allah
SWT kepada kita. Tapi taqdir kemenangan ini didahului oleh
tantangan-tantangan berat dulu. Seperti sebelum fajar datang, antum
harus melampaui gelapnya malam. Fajar itu tidak datang duluan. Kita
mesti melewati malam dulu baru ketemu dengan fajar. Kita mesti melewati
tantangan-tantangan ini dulu, baru Insya Allah, Allah memberikan kita
kemenangan-kemenangan besar. Sehingga dari kisah khandaq ini, kita jadi
percaya, bahwa Insya Allah semua kesulitan yang kita hadapi sekarang
ini, adalah cara Allah SWT untuk mengangkat derajat kita lebih tinggi
daripada yang kita duga.
Salah
satu buktinya ikhwah sekalian; adalah ..kan begini…kalau daftar
calegnya PKS untuk 2014 kan sudah jelas, antum semua sudah tahu kan?
Tapi kalau daftar anggota dewan DPR RI, DPRD Provinsi 2014 antum sudah
tahu belum ? Kira-kira ada partai gak yang tahu ? Tidak ada yang tahu
kan. Tapi nama itu ada gak di lauhul mahfuzh? Sudah ada. Ada untungnya
kita ini tidak sampai dapat bocoran dari lauhul mahfuzh. Sepanjang semua
partai tidak dapat bocoran dari lauhul mahfuzh, tentang nama-nama yang
ada dalam daftar itu tadi, semua boleh berharap siapa tahu nama kita
yang ada disitu. Saya kira di Gorontalo ini kan ada cerita Bupati sudah
menang, terus meninggal. Ada cerita itu disini? Nah sepupunya Pak Agus
itu kan, sudah menang tidak jadi dilantik, karena namanya tidak ada
dilauhul mahfuzh. Seperti pilkada walikota Gorontalo, nama walikota
aslinya tidak ada dilauhul mahfuzh tahun-tahun ini. Itulah takdir.
Sepanjang kita belum tahu takdir kita, kita harus mengejar takdir kita
itu. Dan Allah SWT mengatakan ..Ana `inda husni dzonni abdi bii.. – saya
selalu berada pada titik sangkaan baik hambaku – .
Misalnya
begini, kita bersangka baik kepada Allah bahwa nama kita ada dalam
daftar itu. Tapi kalau sebenarnya di lauhul mahfuzh tidak ada, boleh gak
kita berdoa ..Ya Allah kalau nama saya tidak ada tolong diadakan …
Boleh dong. Kenapa? Rasulullah SAW mengatakan ..innad du`a wal qadr
yatasaro`ani fiis sama`i… -sesungguhnya doa dan takdir itu berkelahi
dilangit- .. Tokh taqdir pertama kita tidak tahu, perubahan taqdir kedua
kita juga tidak tahu. Kita tidak tahu umur kita berapa, kita berdoa
..panjangkanlah umurnya ya Allah.. tapi umur kita yang sudah ditetapkan
berapa?dan kalau ditambah berapa? Kita tidak tahu. Jadi kita semuanya
punya hak untuk berdoa. Dan cara kita berdoa,supaya doa kita diterima,
kata Allah SWT ..Wal `amalu shalihu yarfa`u .. – amal shalih yang
mengangkat doa ke langit – . Jadi kalau antum terus menerus bekerja,
bekerja keras, itu seperti jet, yang mendorong pesawat naik. Pesawatnya
itu doa. Kalau jetnya ini mesinnya mesin besar, ada 4 mesinnya, ini
terbangnya lebih tinggi. Jadi kalau amalnya banyak, yang mengangkat doa
itu akan lebih banyak. Jadi misalnya, durasi kerja antum dari 24 jam
satu hari, antum bekerja 15 jam sampai 18 jam satu hari, kemudian
berdoa, masak tidak ada perubahan di lauhul mahfuzh. Jadi ikhwah
sekalian, alasan untuk optimis ini terlalu banyak, terlalu banyak. Dan
alasan-alasan inilah yang membuat saya secara pribadi dan saya kira kita
semuanya akhirnya menjadi semakin yakin bahwa Insya Allah kita akan
menang mungkin lebih besar dari yang kita duga. Saya sampai sekarang
punya keyakinan itu, karena itu saya keliling-keliling terus bertemu
dengan ikhwah. Dan saya melihat, antara survey dengan kenyataan
dilapangan, ada beberapa daerah yang disurvey kita ini merah, kursinya
hilang. Setelah saya turun ke lapangan, tidak. Saya yakin ini Insya
Allah dapat. Salah satunya misalnya di Sulawesi Tengah, disurvey itu
hilang. Setelah saya turun ke lapangan, saya yakin Insya Allah dapat.
Sama juga dengan Gorontalo ini, kalau melihat survey, kelihatannya tidak
dapat kursi, karena nomor 7. Tapi feeling saya sebagai pelaku
dilapangan, dan saya melihat wajah-wajah antum semuanya, melihat situasi
dilapangan secara umum, by insting saja saya mengatakan, Insya Allah
kita akan dapat. Saya yakin, Insya Allah.
Dan
dengan demikian ikhwah sekalian, alasan untuk optimis inilah yang
banyak, dan kita semuanya sekali lagi..bergerak dalam dua itu tadi.
Kalau surveynya menakutkan, gunakan ketakutan itu sebagai energy, dan
kalau surveynya menggembirakan… hati-hati. Yang justru tidak boleh itu,
merasa aman. Sebab itu sangat berbahaya. Merasa aman itu membuat kita
lengah. Ini misalnya di pilkada Kota Bogor. 3 hari sebelum pencoblosan,
kita sudah menang dalam survey. Malam pencoblosannya, saya datang ke
Bogor bersama pak Sekjend, ketemu dengan kandidatnya, ketemu dengan
DPD-nya, ketemu dengan Gubernurnya. Kita bikin check list satu persatu
persiapan untuk pencoblosan besok. Saya tanya ikhwah
semuanya,aman..Insya Allah..satu persatu. Semuanya sudah aman. Besoknya,
hasil pencoblosannya, kita kalah. Saya tanya lagi ikhwah disana, kenapa
bisa beda dengan survey yang kemarin. Dia bilang, justru inilah yang
kita tidak antisipasi. Karena mereka merasa aman di KPUD, sehingga
kecurangan yang tidak terantisipasi itu lolos masuk kesitu. Mereka
menang di 4 kecamatan dari 6. Dan hanya kalah di 2 kecamatan, tetapi
dari 2 kecamatan itu menciptakan selisih, karena mereka meremehkan 2
kecamatan itu. Jadi pelajaran pentingnya adalah merasa aman itu yang
tidak boleh, justru khawatir itu bagus. Jadi survey yang sekarang ini
ada, ini menciptakan kecemasan, dan kecemasan itu adalah sumber energy
yang akan membuat kita bekerja lebih keras dari pada sebelumnya. Sama
seperti ikhwah di Ternate, mudah-mudahan ini menang Insya Allah. Mereka
underestimate dengan lawan dari awal. Dari semua survey, mereka sudah 38
%, tahu-tahunya begitu pencoblosan mereka cuma dapat 20 koma, ada orang
lain harus naik untuk putaran kedua. Di putaran kedua ini, dipicu oleh
kecemasan dan ketakutan , mereka bekerja keras. Sampai saat ini dari 85 %
masuk, mereka sudah unggul 3 %. 51 % lawan 48 %, belum final. Tetapi
saya hanya ingin menjelaskan bagaimana ketakutan dan kecemasan itu
membuat kita orang bekerja lebih keras. Jadi ikhwah sekalian, kita
manfaatkan ini. Semua kecemasan kita untuk bekerja lebih keras, dan
karena kita punya seabreg alas an untuk tetap optimis. Kita simpan
optimisme kita diam-diam dalam hati, tidak usah umbar keluar. Kita
diam-diam kita kerja. Insya Allah, mudah-mudahan diakhirnya nanti kita
menciptakan hasil yang tidak diduga-duga. Itu juga sebabnya antum akan
sering mendengar pernyataan saya di TV dan di media bahwa mencapai
target 3 besar ini adalah mission imposible. Saya akan terus menerus
mengulang-ulangi ini pada media untuk membuat orang senang saja. Tapi
diam-diam kita merencanakan kemenangan diluar dari pada yang kita duga
dan kemenangan diluar yang diduga-duga oleh orang lain.
Tapi saya ingin Tanya antum semuanya; antum yakin kita bisa menang di Gorontalo ? YAKIN?!! YAKIN?!!YAKIN !!?? ALLAHU AKBAR !!!