Keutamaan Bulan Muharram
By: admin
Kamis, 23 Oktober 2014
0
|  | 
MUQADDIMAH
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاةُ 
وَالسَّلامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ إمَامِ 
المتقينَ وقائدِ المجاهدينَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ 
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ  {أما بعد
Alhamdulillah, kita memasuki bulan Muharram 1436 H, yang berarti 
mengawali tahun baru 1436 H dan meninggalkan tahun 1435 H. Kita 
bersyukur kepada Allah Ta’ala atas kesempatan hidup yang masih diberikan
 kepada kita. Semoga kita dapat melaksanakan risalah ibadah secara 
ikhlas dan benar. Dan semoga kita serta seluruh umat Islam di tahun ini 
lebih baik dari tahun yang lalu dan tahun yang akan datang akan lebih 
baik lagi dari tahun ini.
 
KEUTAMAAN BULAN MUHARRAM
 
Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan 
yang dimuliakan Allah. Empat bulan tersebut adalah, Dzulqa’dah, 
Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ 
شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ 
مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
 
"Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua 
belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya 
adalah bulan-bulan haram" (QS. At Taubah: 36)
 
Kata Muharram artinya 'dilarang'. Sebelum datangnya ajaran Islam, 
bulan Muharram  sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh 
masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal 
seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya. Kemudian ketika 
Islam datang kemuliaan bulan haram ditetapkan dan dipertahankan 
sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan 
tidak berperang.
 
Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut 
bulan Allah (syahrullah). Beribadah pada bulan haram pahalanya 
dilipatgandakan dan bermaksiat di bulan ini dosanya dilipatgandakan 
pula. Pada bulan ini tepatnya pada tanggal 10 Muharram Allah 
menyelamatkan nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Mereka 
memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah saw. menetapkan puasa
 pada tanggal 10 Muharram sebagai kesyukuran atas pertolongan Allah. 
Masyarakat Jahiliyah sebelumnya juga berpuasa. Puasa 10 Muharram tadinya
 hukumnya wajib, kemudian berubah menjadi sunnah setelah turun kewajiban
 puasa Ramadhan. Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ 
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ 
وَجَدَهُمْ يَصُومُونَ يَوْمًا يَعْنِي عَاشُورَاءَ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ
 عَظِيمٌ وَهُوَ يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَأَغْرَقَ آلَ 
فِرْعَوْنَ فَصَامَ مُوسَى شُكْرًا لِلَّهِ فَقَالَ أَنَا أَوْلَى بِمُوسَى
 مِنْهُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
 
Dari Ibnu Abbas ra, bahwa nabi saw. ketika datang ke Madinah, 
mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu ‘Asyuraa (10 
Muharram). Mereka berkata, “ Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah
 menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun. Maka Nabi Musa 
as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah. Rasul saw. berkata, “Saya
 lebih berhak mengikuti  Musa as. dari mereka.”  Maka beliau berpuasa 
dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa” (HR Bukhari).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ
 رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الصِّيَامِ 
بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ 
بَعْدَ 
الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
 
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, 
“Sebaik-baiknya puasa setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah 
Muharram. Dan sebaik-baiknya ibadah setelah ibadah wajib adalah shalat 
malam.” (HR Muslim)
 
Walaupun ada kesamaan dalam ibadah, khususnya berpuasa, tetapi 
Rasulullah saw. memerintahkan pada umatnya agar berbeda dengan apa yang 
dilakukan oleh Yahudi, apalagi oleh orang-orang musyrik. Oleh karena itu
 beberapa hadits menyarankan agar puasa hari 'Asyura diikuti oleh puasa 
satu hari sebelum atau sesudah puasa hari 'Asyura.
 
Secara umum, puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan. 
Pertama, berpuasa tiga hari, sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, 
yaitu puasa tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Kedua, berpuasa pada hari itu
 dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal: 9 dan 10, 
atau 10 dan 11. Ketiga,  puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena 
ketika Rasulullah memerintahkan untuk puasa pada hari 'Asyura para 
shabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi
 dan Nasrani, beliau bersabda: “Jika datang tahun depan insya Allah kita
 akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun 
tersebut." (HR. Muslim).
 
Landasan puasa tanggal 11 Muharram didasarkan pada keumuman dalil 
keutamaan berpuasa pada bulan Muharram. Di samping itu sebagai bentuk 
kehati-hatian jika terjadi kesalahan dalam penghitungan awal Muharram.
 
Selain berpuasa, umat Islam disarankan untuk banyak bersedekah dan 
menyediakan lebih banyak makanan untuk keluarganya pada 10 Muharram. 
Tradisi ini memang tidak disebutkan dalam hadist, namun ulama seperti 
Baihaqi dan Ibnu Hibban menyatakan bahwa hal itu baik untuk dilakukan.
Demikian juga sebagian umat Islam menjadikan bulan Muharram sebagai bulan anak yatim. Menyantuni dan memelihara anak yatim adalah sesuatu yang sangat mulia dan dapat dilakukan kapan saja. Dan tidak ada landasan yang kuat mengaitkan menyayangi dan menyantuni anak yatim hanya pada bulan Muharram.
Demikian juga sebagian umat Islam menjadikan bulan Muharram sebagai bulan anak yatim. Menyantuni dan memelihara anak yatim adalah sesuatu yang sangat mulia dan dapat dilakukan kapan saja. Dan tidak ada landasan yang kuat mengaitkan menyayangi dan menyantuni anak yatim hanya pada bulan Muharram.
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Oleh
 karena itu  salah satu momentum yang sangat penting bagi umat Islam 
yaitu menjadikan  pergantian tahun baru Islam sebagai sarana umat Islam 
untuk muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan dan 
rencana ke depan yang lebih baik lagi. Momentum perubahan dan perbaikan 
menuju kebangkitan Islam sesuai dengan jiwa hijrah Rasulullah saw. dan 
sahabatnya dari Makkah dan Madinah.
 
LEGENDA DAN MITOS MUHARRAM
 
Di samping keutamaan bulan Muharram yang sumbernya sangat jelas, baik
 disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi banyak juga  legenda dan 
mitos yang terjadi di kalangan umat Islam menyangkut hari 'Asyura.
 
Beberapa hal yang masih menjadi keyakinan di kalangan umat Islam 
adalah legenda bahwa pada hari 'Asyura Nabi Adam diciptakan, Nabi Nuh as
 di selamatkan dari banjir besar, Nabi Ibrahim dilahirkan dan Allah Swt 
menerima taubatnya. Pada hari 'Asyura Kiamat akan terjadi dan siapa  
yang mandi pada hari 'Asyura diyakini tidak akan mudah terkena penyakit.
 Semua legenda itu sama sekali tidak ada dasarnya dalam Islam. Begitu 
juga dengan keyakinan bahwa disunnahkan bagi mereka untuk menyiapkan 
makanan khusus untuk hari 'Asyura.
 
Sejumlah umat Islam mengaitkan kesucian hari 'Asyura dengan kematian 
cucu Nabi Muhmmad Saw, Husain saat berperang melawan tentara Suriah. 
Kematian Husain memang salah satu peristiwa tragis dalam sejarah Islam. 
Namun kesucian hari 'Asyura tidak bisa dikaitkan dengan peristiwa ini 
dengan alasan yang sederhana bahwa kesucian hari 'Asyura sudah 
ditegakkan sejak zaman Nabi Muhammad Saw jauh sebelum kelahiran Sayidina
 Husain. Sebaliknya, adalah kemuliaan bagi Husain yang kematiannya dalam
 pertempuran itu bersamaan dengan hari 'Asyura.
 
BID’AH DI BULAN MUHARRAM
 
Selain legenda dan mitos yang dikait-kaitkan dengan Muharram, masih 
sangat banyak bid’ah yang jauh dari ajaran Islam. Lebih tepat lagi bahwa
 bid’ah tersebut merupakan  warisan ajaran Hindu dan Budha yang sudah 
menjadi tradisi  masyarakat Jawa yang mengaku dirinya sebagai penganut 
aliran kepercayaan. Mereka lebih dikenal dengan sebutan Kejawen.
 
Dari segi sistem penanggalan, memang penanggalan dengan sistem 
peredaran bulan bukan hanya dipakai oleh umat Islam, tetapi masyarakat 
Jawa juga menggunakan penanggalan dengan sistem itu. Dan awal bulannya 
dinamakan  Suro. Pada hari Jum’at malam Sabtu, 1 Muharram 1428 H 
bertepatan dengan 1 Suro 1940. Sebenarnya penamaan bulan Suro, diambil 
dari ’Asyura yang berarti 10 Muharram. Kemudian sebutan ini menjadi nama
 bulan pertama bagi penanggalan Jawa.
 
Beberapa tradisi dan keyakinan yang dilakukan sebagian masyarakat 
Jawa sudah sangat jelas bid’ah dan  syiriknya, seperti Suro diyakini 
sebagai bulan yang keramat, gawat dan penuh bala. Maka diadakanlah 
upacara ruwatan dengan mengirim sesajen atau tumbal kelaut. Sebagian 
yang lain dengan cara bersemedi mensucikan diri bertapa di tempat-tempat
 sakral (di puncak gunung, tepi laut, makam, gua, pohon tua, dan 
sebagainya) dan ada juga yang melakukan dengan cara lek-lekan 'berjaga 
hingga pagi hari' di tempat-tempat umum (tugu Yogya, Pantai 
Parangkusumo, dan sebagainya). Sebagian masyarakat Jawa lainnya juga 
melakukan cara sendiri yaitu mengelilingi benteng kraton sambil membisu.
 
Tradisi tidak mengadakan pernikahan, khitanan dan membangun rumah. 
Masyarakat  berkeyakinan apabila melangsungkan acara itu maka akan 
membawa sial dan malapetaka bagi diri mereka.
 
Melakukan ritual ibadah tertentu di malam Suro, seperti  selamatan 
atau syukuran, Sholat Asyuro, membaca Do’a Asyuro (dengan keyakinan 
tidak akan mati pada tahun tersebut) dan ibadah-ibadah lainnya. Semua 
ibadah tersebut merupakan bid’ah (hal baru dalam agama) dan tidak pernah
 ada contohnya dari Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam maupun para 
sahabatnya. Hadist-hadits yang menerangkan tentang Sholat Asyuro adalah 
palsu sebagaimana disebutkan oleh imam Suyuthi dalam kitab al-La’ali 
al-Masnu’ah.
 
Tradisi Ngalap Berkah dilakukan dengan mengunjungi daerah keramat 
atau melakukan ritual-ritual, seperti mandi di grojogan (dengan harapan 
dapat membuat awet muda), melakukan kirab kerbau bule (kiyai slamet) di 
kraton Kasunan Solo, thowaf di tempat-tempat keramat, memandikan 
benda-benda pusaka, bergadang semalam suntuk dan lain-lainnya. Ini 
semuanya merupakan kesalahan, sebab suatu hal boleh dipercaya mempunyai 
berkah dan manfaat jika dilandasi oleh dalil syar’i (Al Qur’an dan 
hadits) atau ada bukti bukti ilmiah yang menunjukkannya. Semoga Alloh 
Ta’ala menghindarkan kita dari kesyirikan dan kebid’ahan yang 
membinasakan.
 
Menyikapi berbagai macam tradisi, ritual, dan amalan yang jauh dari 
ajaran Islam, bahkan cenderung mengarah pada bid’ah, takahyul dan 
syirik, maka marilah kita bertobat kepada Allah dan melaksanakan 
amalan-amalan sunnah di bulan Muharram seperti puasa. Rasulullah saw.  
menjelaskan bahwa puasa pada hari 'Asyura  menghapuskan dosa-dosa 
setahun yang telah berlalu.
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ 
عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ 
عَن صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
Dari Abu Qatadah ra. Rasululllah rditanya tentang puasa hari 
'asyura, beliau bersabda: "Saya berharap ia bisa menghapuskan dosa-dosa 
satu tahun yang telah lewat."  (HR. Muslim).
 
(bayan dari pusat konsultasi syariah) 
[tarqiyah.com] 
DPD PKS Siak - Download Android App
 

