Lima Penunjang Kekuatan Orang Mukmin
PKS SIAK, Bila ada yang kuat, tentunya ada yang lemah. Kedua sifat ini selalu ada berpasangan dalam kehidupan dunia. Demikian pula pada kehidupan di masyarakat. Di dalamnya akan ditemukan keberagaman masing-masing individu. Muncul sebuah pertanyaan, siapakah sebenarnya mukmin yang kuat itu? Apakah setiap mukmin pasti kuat?
Kekuatan yang dikehendaki ada pada setiap diri manusia-cita-cita, kemauan yang tinggi, semangat yang membara dan kepercayaan diri yang menyala-harus didukung dengan jasmani yang kuat. Tetapi, jika jasmani kuat tapi jiwanya kosong, maka semangat akan meredup, kemauan melemah, bercita-cita rendah, dan tak berilmu, hal itu tidak termasuk mukmin yang kuat.
Mukmin kuat adalah seseorang yang memiliki semangat membaja untuk menyempurnakan diri dengan ilmu yang bermanfaat dan selalu mengimplemetasikan pada amal saleh. Dengannya, ia mampu menyempurnakan orang lain dengan cara menasihati dalam kebajikan dan kesabaran.
Karenanya, kekuatan seorang mukmin mutlak digunakan untuk mencapai kehidupan yang hakiki. Tentunya, kata “kuat” tidak sebatas pada materi belaka, namun yang terpenting adalah mendapatkan kekuatan yang meliputi beberapa aspek berikut:
Memaksimalkan Keikhlasan
Memurnikan ibadah hanya kepada Allah Swt merupakan tuntutan atas setiap muslim. Orang mukmin akan senantiasa memaksimalkan dirinya dalam menggapai ridha Allah Ta’ala. Allah Ta’ala akan menolong hamba-Nya yang berbuat ikhlas dalam setiap gerak, maupun yang terbesit dalam hati. Jadi, “kekuatan” yang diberikan Allah Swt kepada hamba-Nya adalah memkasimalkan keikhlasan dalam beribadah.
Bahkan, Allah Swt menunjukkan kekuatan tersebut sebagai representasi nyata adanya kekuatan yang diberikan oleh Allah Swt dan diperuntukkan bagi orang yang mengikhlaskan ibadah mereka kepada Allah Swt.
Menjaga yang Wajib dan Menghidupkan yang Sunnah
Termasuk dalam pembuka kekuatan adalah penjagaan kita terhadap hal-hal yang diwajibkan Allah Swt. Meskipun terasa berat untuk mengamalkannya, namun ingatlah bahwa pertolongan Allah Swt akan datang saat kita memiliki kekuatan untuk menolong syariat-Nya. Penegakan syariat dimulai dari sendiri, saat ini juga, dan dalam hal-hal terkecil yang telah diwajibkan oleh Allah Swt.
Bercerminlah pada diri sendiri saat menunaikan shalat wajib lima waktu, berzakat, dan amalan-amalan lain yang telah diwajibkan oleh Allah Swt; apakah kita memiliki kekuatan untuk melakukan semuanya sehingga Allah Swt pun akan memberikan balasan kekuatan yang lebih besar dalam menjalankan kewajiban di dunia ini?
Melepaskan Diri dari Kekuatan selain Allah Swt
Sebagian manusia ada yang merasa bahwa dirinyalah yang paling kuat sedunia, tidak ada yang menandinginya dalam hal apa pun. Ingatlah, sekuat-kuat makhluk, masih ada yang lebih kuat, yaitu Zat Yang Mahakuat. Segala daya dan upaya yang dimiliki manusia tidak lain datangnya dari Allah Swt. Manusia tak kuasa mendatangkan kekuatan pada dirinya tanpa kuasa-Nya. Sehingga tidak pantas bagi seorang mukmin yang meminta kekuatan kepada selain Allah Swt melalui memelihara tuyul, menyembah jin, melakukan ritual-ritual yang tidak diajarkan dalam Islam, dan lain-lain.
Merasa diri lebih kuat dapat menimbulkan sifat takabur yang menyebabkan dirinya tercampak dalam api neraka. Rasa takabur itu dapat mengikis kesadaran bahwa kekuatan itu hanya dari Allah Ta’ala.
Menghiasi Diri dengan Hal yang Bermanfaat
Melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat memberikan potensi besar untuk bermalas-malasan dan membuang waktu belaka. Kemalasan menjadi musuh bagi kekuatan. Sehingga seorang mukmin tidak memiliki daya untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat. Jika kita menelisik sejenak, sesungguhnya hal yang bermanfaat itu dapat menimbulkan semangat menggelora dalam jiwa setiap mukmin. Faktanya, segala sesuatu yang bermanfaat pasti mempunyai nilai, entah bagi diri sendiri maupun orang lain. Adanya nilai inilah merupakan salah satu faktor penyubur semangat. Sehingga semangat pun keluar dan menumbuhkan kekuatan bagi diri seorang mukmin.
Senantiasa Menuntut Ilmu
Ilmu dan nasihat adalah kebutuhan abadi yang wajib dimiliki seorang mukmin. Tatkala seorang mukmin merasa tidak membutuhkan keduanya, maka diindikasikan imannya melemah. Ketika hati sedang gundah gulana, pikiran sedang karut marut, maka ilmu dan nasihat merupakan obat penenang bagi dirinya. Ketika jalan yang dilalui sulit tanpa pelita menyala dan jalan terjal menghadang, maka ilmu adalah lentera dan penunjuk jalan kebaikan. Karena itu, kekuatan pun akan didatangkan Allah Swt bagi orang yang senantiasa memperbarui dirinya dengan nasihat kebaikan dan ilmu yang bermanfaat dari-Nya. Wallahu a’lam bish shawwab.
Sumber Bersamadakwah