Ketika Badai Benci dan Badai Cinta Bertemu
By: admin
Sabtu, 01 Juni 2013
0
pkssiak.org - Siapapun
Anda, apapun baju kebanggaan Anda, serumit apa pun masalah Anda,
seberapa besar pun badai kebencian atau kecintaan Anda, marilah sejenak
bersama saya menundukkan hati, menenangkan pikiran, kita dengarkan
sapaan dari langit, dari Allah swt. Zat Yang Maha Menggenggam Hati
manusia, merubah yang benci jadi cinta dan yang cinta jadi benci. Allah
berfirman:
عَسَى اللَّهُ أَنْ يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُمْ
مِنْهُمْ مَوَدَّةً وَاللَّهُ قَدِيرٌ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Mudah-mudahan
Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu
musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Mumtahanah: 7)
***
Saudaraku yang dirahmati Allah…
Setelah membaca ayat di atas, kira-kira apa kesan yang Anda dapat?
Bagaimana perasaan Anda terhadap orang yang selama ini membenci dan
memusuhi Anda? Bagaimana perasaan Anda terhadap orang atau sesuatu yang
selama ini Anda benci dan Anda musuhi? Bagaimana pula perasaan Anda
terhadap orang yang selama ini mencintai dan begitu dalam mencurahkan
perhatiannya kepada Anda? Bagaimana perasaan Anda terhadap orang atau
sesuatu yang selama ini Anda cintai dan Anda sayangi?
Silahkan Anda benci, siapapun yang Anda tidak suka atau apapun yang Anda
tidak suka? Silahkan Anda cintai, siapapun yang Anda suka atau apapun
yang Anda suka?
Namun, sadarkah Anda bahwa benci dan cinta itu muncul karena ledakan
emosional sesaat ketika perasaan seseorang tersentuh. Ia berawal karena
ada energy pendorong yang mem-push kita
untuk membenci dan mencintai itu datang secara beruntun. Dan secara
reflex, kita akhirnya membenci atau mencintai sesuatu/seseorang. Jika ia
dibiarkan terakumulasi dalam beberapa tenggang waktu dan faktanya
energy itu terus-menerus mem-push kita, maka kuota kebencian atau kecintaan akan semakin bertambah. Yang cinta jadi benci, dan yang benci jadi cinta.
Kebencian itu ibarat badai topan. Ia akan mengerahkan segala kekuatan
yang dimilikinya. Lahir dan batinnya. Ia akan datangi semua gedung,
bahkan gedung pencakar langit pun ia akan hampiri. Ia akan hantam gedung
yang kokoh tegak berdiri itu dengan bertubi-tubi. Tanpa ampun. Seakan
tanpa mengenal lelah. Tanpa jeda waktu. Tanpa mengenal usia, seakan
hidup selamanya. Bahkan tanpa mengenal kehidupan dan kematian.
Perhitungan dan pertanggungjawaban.
Maka, bisa jadi, sedikit demi sedikit salah satu dari atapnya copot,
tiangnya mulai retak, kaca di jendelanya pecah-pecah dan akhirnya angin
topan pun mendesak memasuki area dalam gedung megah itu, hingga bisa
memporak-porandakan semua yang ada di dalam. Dan mungkin, seiring
berjalannya waktu, gedung itu juga akan runtuh. Karena diterpa badai
kebencian.
Kecintaan juga demikian. Badai cinta juga akan memobilisasi semua
potensinya. Badai cinta itu juga hakikatnya terdiri dari beberapa
formula pendorong yang terakumulasi hingga menjadi cinta yang utuh dan
matang serta tidak tergantikan. Pertama cinta karena al-istihsan (anggapan baik). Kedua cinta karena takjub (at-ta’ajjubu). Cinta karena ingin selalu dekat dan ada di sisinya atau rindu yang menggebu (hayyamahul hubbu). Dan cinta karena kasmaran (al-‘usyqu).
Pikiran seseorang pada level ini akan selalu dipenuhi oleh cinta, hati
dan pikirannya. Tidak ada ruang dalam hati dan pikirannya untuk
membenci, sekalipun orang lain sebenarnya sudah menampakkan
indikasi-indikasi kebencian mereka.
Celakanya, manusia banyak terjebak untuk tidak melibatkan akal
pikirannya, untuk berpikir secara jernih, untuk mengkalkulasikan dengan
detail, kerugian apa jika ia membenci atau mencintai sesuatu atau
seseorang? Keuntungan apa jika ia membenci atau mencintai dan menyayangi
sesuatu atau seseorang? Lalu, apakah keuntungan dan kerugian itu akan
berkepanjang hingga hari di saat kita bertemu dengan Allah (mumtaddah ila yaumil qiyaamah) ?
Atau mengajak akal pikirannya merenung sejenak, menanyakan sebenarnya
energi apa yang mendorongnya untuk begitu membenci atau mencintai
sesuatu atau seseorang?
Saudaraku yang dirahmati Allah…
Kita hidup di era interplaniter, disaat cinta dan benci menjadi semu.
Cinta dan benci sering terbeli oleh materi. Terkapitalisasi dalam bentuk
jabatan publik dan kekuasaan. Tersandera dan terpenjara dalam satu
komunitas tertentu. Bukan cinta dan benci dengan standar universal.
Inilah yang menjadikan saya tertarik untuk kembali membuka
lembaran-lembaran buku karya DR. Khalid Jamal yang bertajuk AJARI AKU
CINTA. Beliau mengajak kita untuk membayangkan jika seandainya cinta itu
makhluk hidup seperti manusia, maka saat ini ia pasti akan berteriak
lantang di hadapan kita, karena CINTA itu sekarang sedang mengalami
penderitaan.
Beliau menggambarkan dalam bukunya tersebut, “Penderitaan Cinta itu
sekarang terjadi saat melihat manusia melakukan tindakan-tindakan bodoh
mengatasnamakan aku (cinta). Mereka merampas kehormatan orang lain atas
namaku. Jika semut itu berteriak, mengingatkan seluruh bangsanya atas
bahaya yang akan menimpa mereka ketika lewat satuan inspeksi tentara
Sulaiman dengan berkata: “Berkatalah seekor semut: “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (An-Naml:
18). Maka, aku (cinta) juga berteriak atas nasibku dan nasib semua
orang yang mengatasnamakan cinta untuk berbuat ‘kerusakan’ di atas bumi
ini.”
Jadi, sebenarnya dalam lembaran kebencian itu, ada ‘lembaran-lembaran
cinta’ yang sengaja ditutupi-tutupi atau tersembunyi. Begitu juga dalam
lembaran cinta, ada ‘lembaran-lembaran kebencian’ yang juga sengaja
ditutup-tutupi atau tersembunyi.
Hanya saja yang jadi pertanyaan, “Siapa yang menyuruhnya menutupi
lembaran cinta itu, disaat kebencian meledak? Siapa sebenarnya yang
menyuruh menutupi lembaran kebencian itu, disaat cinta meledak?”
Jika yang menunjukkannya adalah Zat Yang Maha Pencipta dan Maha Kasih
Sayang, maka ia berada dalam jalan kebenaran. Begitu juga jika yang
mengajarkan menutupi cinta dan benci itu Rasul-Nya, maka ia dalam
keselamatan. Sehingga manusia akan membenci apa yang dibenci Allah dan
Rasul-Nya, dan mencintai apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Membenci
orang-orang yang dibenci Allah dan Rasul-Nya dan mencintai orang-orang
yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Inilah barometer yang tepat
sasaran dan tepat guna.
Kalau manusia sadar dengan hakikat ini, maka potensi berubahnya
kebencian menjadi cinta, atau cinta menjadi kebencian, bukanlah suatu
yang mustahil. Dan itulah yang diisyaratkan dalam surat Al-Mumtahanah di
atas. “Mudah-mudahan
Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu
musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Mumtahanah: 7)
Masih segarkah dalam ingatan Anda, berapa banyak dari pembesar kota
Mekkah yang membenci nabi agung kita Muhammad saw? Apakah dulu Umar bin
Khattab tidak membenci Rasulullah? Bagaimana dengan Khalid bin Walid,
Hamzah, Suroqoh? Abu Sufyan?
Bahkan, satu kota Thaif yang dulu begitu membenci Rasulullah, menolak
dakwah Rasulullah, mencerna dan menghina Rasulullah, melukai Rasullah
dengan lemparan batu hingga tubuh Rasulullah berlumuran darah, mengusir
Rasulullah dari kota mereka, akhirnya semua penduduk Thaif masuk Islam
dan bahkan keislaman mereka jauh lebih kuat dari umumnya para penduduk
Mekkah yang sudah masuk Islam. Hal itu dibuktikan ketika hembusan fitnah
kekufuran mewabah di setiap kota Mekkah dan Madinah sepeninggal Nabi
Muhammad saw., namun di kota Thaif tidak ditemukan satupun orang yang
murtad.
Subhaanallah….
Mereka yang dulu membawa bendera kebencian terhadap Rasulullah dan
dakwahnya, akhirnya menjadi sosok-sosok yang mengalirkan cinta mereka
dengan deras kepada Rasulullah dan dakwahnya hingga akhir hayat mereka.
Tidakkah Anda membayangkan bahwa bisa jadi orang yang Anda benci, nanti
akan bertemu dengan kita di surga, ketika ia kembali pada jalan
kebenaran. Begitu juga, tidakkah Anda membayangkan bahwa bisa jadi orang
yang kita cintai, akan kita temukan di neraka, ketika jauh dari hidayah
Allah dan Rasul-Nya?
Maka sapalah mereka yang membenci Anda dengan sapaan cinta. Tataplah
mereka yang membenci Anda dengan tatapan cinta. Taburkan doa-doa hidayah
atas jiwa-jiwa yang dipenuhi dengan kebencian. Lidah boleh bicara,
tangan boleh bergerak, kaki boleh melangkah, otak boleh berpikir, namun
yang menggenggam hati hanyalah Allah. Janganlah ada kebencian yang
membabi buta, sehingga kita menganggap hanya ‘dia’ seseorang (hingga
akhir hayat kita) yang harus masuk ‘jahannam’. Atau jangan ada kecintaan
yang membabi buta, sehingga kita menganggap hanya ‘dia’ seseorang
(hingga akhir hayat kita) yang harus masuk ‘surga’. Semua harus di bawah
bimbingan Allah dan Rasul-Nya.
http://www.dakwatuna.com/2013/05/31/34201/ketika-badai-benci-dan-badai-cinta-bertemu/#ixzz2UsyubAOa
DPD PKS Siak - Download Android App