Keburukan PKS adalah Seperseribu Kebaikannya
By: Abul Ezz
Selasa, 02 Juli 2013
0
pkssiak.org - PKS terbukti bukan 
partai yang superbody. Bukan kelompok yang segalanya pasti benar. Juga 
bukan kelompok yang tidak ada kekurangannya. Kalau ada yang kecewa 
dengan PKS itu sungguh teramat wajar. Karena memang tidak boleh ada satu
 lembagapun di muka bumi ini yang menganggap sebagai super power dan 
berhak atas penentuan baik buruknya keadaan pihak atau lembaga lain.
ICW tidak perlu 
menuduh anggota dewan melawan pemberantasan korupsi. Begitupun yang lain
 tidak perlu menuduh ICW sebagai pesanan asing untuk mengobrak-abrik 
demokrasi di Indonesia yang sudah berjalan dengan baik. Karena hidup 
bersama atau berpolitik dalam keadaan saling menuduh adalah sebuah 
keadaan yang akan terus memperburuk keadaan.
Kehidupan manusia 
sebenarnya disetting untuk lebih banyak kebaikan dari keburukan. Bila 
seseorang berniat baik, kejadian atau tidak; semuanya kebaikan. Bahkan 
dari niat buruk yang sampai tidak jadi dikerjakanpun, merupakan 
kebaikan.
Dunia ini 
sebenarnya diisi oleh kebaikan. Keburukan itu hanya seperseribu dari 
kebaikan. Begitupun argumen tentang politik itu kotor. Padahal kekotoran
 itu hanya sepeseribunya saja. Sehingga mereka yg selalu berpolitik 
kotor atau negatif akan terkucil dalam pikirannya sendiri. Perhatikan, 
niat baik atau niat buruk yg tidak terlaksanakan; itu tetap merupakan 
kebaikan. Jadi tidak ada dampak buruk disitu.
Hidup kita berada 
dalam limpahan kebaikan. Kebaikan sendiri mempunya politik untuk menjadi
 nyata dalam keseharian. Setiap rencana baik yang terealisasi, maka 
hasilnya berupa kebaikan itu bisa sampai 10 kali lipat, bahkan sampai 
700 kali lipat, bahkan kebaikan itu bisa terus mengalami pelipat gandaan
 sistematis. Karena fitrah semesta adalah baik.
Anggap saja para 
politisi baik menggoalkan undang-undang yang lebih pro kepada 
lingkungan. Dalam kapasitas ilmiah dan niat baik. Maka ketika semuanya 
bergulir kita akan melihat dampak pelaksanaannya akan bermanfaat bagi 
manusia. Bahkan kemudian ketika alam semesta juga ikut merespon dengan 
fitrahnya alam tentang kebaikan, maka dampak keselarasan dengan alam 
membuat manusia semakin hidup nyaman secara berlipat-lipat.
Kehidupan yang 
dilingkupi kebaikan ini merupakan kabar gembira & harapan besar agar
 terus bekerja keras tanpa harus terganggu dengan kondisi buruk yang 
ada. Kebaikan inipun menjadikan para pelaku kebaikan terus mengawasi 
dirinya dari niat buruk dan pelaksanaannya.
Kehidupan politik 
bangsa ini yang masih ramai dengan pat gulipat dan tipu daya, 
seolah-olah menampakkan keburukan itu seolah-olah memenuhi bangsa ini. 
Padahal alam di negeri ini termasuk juga dunia politik bangsa ini, 
hakikatnya hanya mengandung keburukan sekitar seperseribunya saja. 
Sebagian besarnya masih berupa kebaikan.
Sehingga, ketika 
para politisi yang tetap memegang kebaikan, dia akan dimenangkan oleh 
keadaan. Terlepas jalan menuju kebaikan itu berputar-putar menempuh 
labirin yang rumit. Tapi percayalah, politisi yang memang tetap berjalan
 dalam rencana yang baik dan dalam memperjuangkan kebaikan, maka akan 
senantiasa mengalir dalam kemenangan-kemenangan politik.
Perbandingan 
kebaikan dan keburukan dalam hidup kita menurut sebuah referensi adalah 
700:1. Bahkan angka 700 itu pun masih mengalami pelipat gandaan. Jadi 
para pelaku kebaikan tidak perlu merasa tertekan dengan adanya keburukan
 yang melingkupi. Karena itu hanya sebagai proses untuk membumikan 
kebaikan itu sendiri. Sehingga para politisi yang tetap memiliki 
integritas; tinggal secara fokus dan serius menyempurnakan terus 
rencananya menjadi realitas yg sempurna.
Dengan fitrah 
semesta yang mengandung unsur kebaikan dalam komposisi yang jauh lebih 
besar dari keburukan, maka ketika proses kebaikan itu mendapat tekanan; 
para politisi yang baik tidak perlu ada kekhawatiran sedikitpun. Bahkan 
bila mencontoh Muhammad saw rela melepas sematan Rasulullah agar 
kebaikan terus bergulir. Padahal Rasulullah itu adalah kebenaran tentang
 kemuliaan beliau.
Jadi, dalam 
dinamika politik yang terus berlangsung antara posisi mulia dan hina, 
bagi seorang politisi yang baik, itu hanya sebuah konsekwensi hidup 
berpolitik. Sebagaimana ulat yang harus mengalami proses menjadi 
kepompong dan hal-hal buruk lainnya, sampai agenda politiknya menjadi 
kupu-kupu kesampaian.
Ketika proses 
kebaikan itupun disembunyikan atapun ditutup-tutupi, ternyata kebaikan 
terus bercahaya dan semakin bersinar. Bahkan semakin terang benderang 
sebagaimana fakta yg ada pasca perjanjian hudaibiyah. Sekalipun 
perjanjian itu melemahkan kebaikan.
Kalau boleh 
menganalisa kasus PKS yang mengalami dinamika politik berada di dasar 
sumur, atas kasus LHI, maka perlu dan penting dibaca; mengapa dalam 
setiap pilkada yang strategis selalu menemukan kemenangan. Bahkan dengan
 kemenangan yang semakin fenomenal. Setelah di Jabar menang satu 
putaran, di Sumatera Utara pun satu putaran.
Bahkan kemudian 
disusul di kota strategis lainnya, yakni Bandung; bukan hanya satu 
putaran. Tapi menang telak sampai menyentuh angka 45%. Padahal 
kenyataannya pada saat itu kandidat yang bertanding sampai 8 pasangan. 
Sangat berat untuk memenangkan sekedar satu putaran. Ternyata kandidat 
yang diusung PKS dan Gerindra mampu memenangkan dengan meninggalkan 
lawan yang hanya di bawah 20%.
Terakhir calon yang
 diusung oleh PKS untuk di Maluku, Abdul Ghani Kasuba kembali 
memenangkan pilkada. Melengkapi kemenangan-kemenangan yang sudah terjadi
 di daerah-daerah strategis. Padahal orang sekaliber Jokowi membutuhkan 
dua putaran untuk memenangkan pertarungan pilkada ini.
Maka, mengapa para politisi dan partai tidak tertarik dengan politik tentang kebaikan?
Sumber: http://politik.kompasiana.com
DPD PKS Siak - Download Android App
 


