Select Menu

Iklan 1080x90

SaintekSIROH

PKS BERKHIDMAT UNTUK RAKYAT

BERITA SIAK

FIQIH

SIROH

Kesehatan

Saintek

Video Pilihan

» » » Just Warning #election | by @MahfudzSiddiq

Just Warning #election | by @MahfudzSiddiq


By: admin Rabu, 07 Mei 2014 0


pkssiak.org - Saat sejumlah orang sibuk koalisi pilpres, adakah terpikir bahwa pileg kali ini tdk bisa hantarkan ke tahap pilpres??
Bukan ingin menebar pesimisme, tapi saya ingin memotret pelaksanaan Pileg 2014 yg juga jadi tahapan prasyarat bagi Pilpres.  
9 mei batas akhir penetapan suara nasional parpol oleh KPU sbg hasil Pileg 2014. Mulai muncul suara2 cemas dan ide kontijensi.  
Cemas krn khawatir KPU tdk bisa selesai rekap & tetapkan suara nasional akibat banyak ketidaksesuaian data pemilih dan suara.  
Validasi ulang ke KPU Provinsi malah munculkan masalah2 baru. Muncul tuntutan rekap ulang hingga pencoblosan suara ulang.  
Solusi prosedural rekap dan penetapan suara dilanjutkan. Dugaan kecurangan proses sengketa di MK. Tp banyak parpol menolak.  
Solusi prosedural ini bisa bebaskan KPU dan Bawaslu dr tgjwb. Krn proses berpindah ke MK. Tp sesederhana itukah?  
Tentu tdk sederhana. Krn potensi jumlah sengketa yg hrs diproses MK sgt banyak. Sulit diselesaikan. Smntr waktu yg ada terbatas.  
Penyelesaian sengketa di MK dgn pengajuan dan pengujian alat bukti utama, yaitu form C1. Basis rekap suara di TPS. Bayangkan!  
Meski penetapan suara nasional parpol oleh KPU absah, tp legitimasinya lemah jk banyak gugatan sengketa hasil.  
Sementara UU mengatur bhw perolehan suara nasional dan jml kursi DPR jd syarat pengajuan capres-cawapres. Termasuk koalisinya.  
Berpikir di ujung, bayangkan 2 masalah besar: pertama, Penetapan perolehan suara dan kursi nasional oleh KPU yg rumit dan sulit.  
Kedua, penyelesaian sengketa hasil pileg di MK yg rumit dan sulit serta butuh waktu sgt lama.  
Apa implikasi kedua masalah besar tsb? Pesimisnya Pileg gagal pada tahapan akhirnya dan kehilangan legalitas krn langgar UU.  
Optimisnya, KPU-Bawaslu dan MK akan akselerasi proses shg semua tahapan dgn persoalan2nya diselesaikan sesuai waktu.  
Moderasinya, ada konsensus di antara parpol tuk selamatkan Pileg 2014 dan itu membantu KPU-Bawaslu dan MK selesaikan tugasnya.  
Apapun implikasi tsb, proses Pileg ini akan sgt pengaruhi terlaksana atau tidaknya Pilpres 2014. Apa mungkin Pilpres mundur?
Apa konsekuensi hukum jika proses Pileg gagal diselesaikan pada tahap akhirnya oleh KPU-Bawaslu?
Pertama, jajaran KPU dan Bawaslu bisa dituduhkan melanggar UU dan berkonsekuensi ancaman pidana.

MK makin kehilangan fungsi dan legitimasinya krn tdk bisa selesaikan proses sengketa hasil pileg. Skrg saja orang ragu dgn MK.
Lalu ketiga, ada kondisi force majeur untuk menunda Pilpres 2014 krn gagalnya Pileg sbg tahapan pendahuluannya.
Imajinasi plg ujung, muncul darurat kekuasaan. DPR & Presiden habis masa jabatan. Pileg gagal. Pilpres mundur. Muncul Triumvirat.  
Pada titik itu segala kemungkinan bisa terjadi. Trmk darurat konstitusi. Kejauhan dan terlalu buruk ya mikirnya?  
Biarlah. Ketika banyak orang sibuk mikir yg bagus2 dan sibuk nyapres dan koalisinya, saya mikir yg sebaliknya. Just warning.  
Apa imajinasi ini ada rasionalisasinya? Tentu ada. Pertama, ada pihak2 yg lama nilai demokrasi kita sdh kebablasan. Ultra liberal.  
Mrk berpikir negara hrs diluruskan kembali dari pondasinya, yaitu Konstitusi & pilarnya yaitu tatanan kekuasaan di tiga cabangnya.  
Juga mensterilkan ruh negara dgn bongkar semua kebijakan ultra liberal. Semacam "revolusi konstitusional".  
Kedua, kekacauan penegakan hukum yg berselingkuh dgn politik tlah sama ciptakan politik saling sandera dan saling tikam.  
Bahkan proses menuju koalisi pun rasanya akan diganggu kasus2 penegakan hukum. Mungkin ada yg gak berani nyapres krn hal ini.  
Hehe serem amat ya? Tapi saya msh berharap bhw ini semua tdk terjadi. Pileg 2014 selamat dan Pilpres bisa gelar pesta berikutnya.  
Mari buat potret mundur bgm sbnrnya pelaksanaan pileg kali ini. Di banding 3 pileg sblmnya, pileg 2014 paling kacau.  
Ini penilaian dari saya sbg pelaku. Bukan sbg akademisi atau pengamat. Dari obrolan sesama pelaku ada kesamaan penilaian.  
UU Pileg 2014 tdk banyak berbeda dgn yg sblmnya. Jadi secara regulasi hampir sama. Tp realita implementasinya jauh beda.  
Institusi penyelenggara jg sama. KPU dan Bawaslu. Bahkan jajaran penyelenggara sampai ke KPPS didominasi orang2 lama juga.  
Peserta pemilu pun gak beda jauh. Masih itu-itu juga, baik parpol maupun calegnya.  
Dari sisi waktu, tahapan dan anggaran juga sama aja. Bahkan anggaran lebih besar dibanding sebelumnya.  
Dari sisi pengawasan mestinya lebih ketat krn Bawaslu punya relawan sejuta orang. Dibiayai negara tentunya.  
Jika semua variabel hampir sama, kenapa realitas implementasinya jadi kacau ?  
Mari kita mulai telusuri dari Daftar Pemilih Tetap. Krn di sini asal dan sumber suara untuk pileg dan pilpres.  
Sistem Administrasi Kependudukan yg dimulai sejak 2007 tdk pernah tuntas oleh Kemendagri. Lanjut program E-KTP bernasib sama.  
Dari Adminduk diolah Kemendagri jadi DP4 dan diproses KPU menjadi DPS dan DPT. Jika data asal kacau, data susulannya juga kacau.  
  
Ingat pastinya, sampai jelang masa pencoblosan, masih ada proses perbaikan DPT oleh KPU. Data pemilih adl pintu pertama kecurangan
Teorinya, jika ingin maipulasi suara - gelembungkan DPT nya. Jika ingin tekan lawan di basisnya, - kempeskan DPT di daerah tsb.
Jika DPT normal, kecurangan dilakukan dgn mengatur surat pemanggilan memilih. KPPS bisa main atur hal tsb.
KPU di daerah juga bisa atur pembagian TPS dan distribusi pemilihnya. Ini menyangkut probabilitas kehadiran pemilih ke TPS.

Apakah jajaran penyelenggara pemilu punya intensi dan kepentingan lakukan kecurangan? Temtu tidak secara teori dan etikanya.
Tapi jika ada peserta pemilu intervensi, persuasi atau kolaborasi dgn oknum penyelenggara maka kecurangan bisa terjadi.

Atau jika ada oknum penyelenggara yg memang ditanam khusus oleh peserta pemilu tuk jalankan kepentingannya.

Dlm praktek pileg 2014 keterlibatan oknum penyelenggara sgt nampak dan agak masif. Bahkan ada inisiatif penawaran dr mereka.

Ingat kasus tertukarnya distribusi surat suara yg masif? Apakah sengaja? Bisa Ya bisa tidak. Tapi apa implikasinya?
Surat suara tertukar hasilkan Pencoblosan Suara Ulang. Tdk diatur UU tp dilaksanakan. Siapa yg diuntungkan dan siapa yg dirugikan?

Saat proses pencoblosan selesai di TPS, ada sisa surat suara tak terpakai. Sudah malam, saksi2 sdh tumbang. Oknum KPPS mulai main.

Mulailah penghitungan suara. Ada yg selesai tengah malam. Saksi nyaris gak ada. Terjadilah salah hitung dan salah rekap di plano.

Saya tdk tahu salah hitung, salah rekap atau ada yg sengaja salah. Tapi kok ya masif. Itu terjadi di TPS, PPS dan lanjut di PPK.

Ternyata banyak partai dan caleg tdk bisa himpun form C1 dgn lengkap dan valid. Suara berubah dari menit ke menit.

Ternyata perubahan2 suara di tiap tingkatan bernuansa transaksional. Ini pesta bung. Begitu ujar sejumlah oknum penyelenggara.

Pada tiap tingkatan penyelenggara ada ruang abu2 tuk bermain. Krn nyaris data tdk terkoneksi dan tdk terkontrol baik.

Lho kan ada Panwas dan relawan? Hehe... Jaman Orba banyak oknum polisi ngumpet di balik pohon tuk cegak pelanggar lalin.

Kadang rokok sebungkus dan teh botol cukup jadi kemenyan tuk selesaikan temuan petugas panwas. Apalagi masih sekampung.

Siapa awasi siapa, siapa ngatur siapa, siapa nego dgn siapa - jadi gak jelas. Persis sepakbola kampung!



 
https://twitter.com/MahfudzSiddiq 
Ketua Komisi I DPR RI  | Fraksi PKS
[pksmarpoyan] 


DPD PKS Siak - Download Android App


«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama
0 Comments
Tweets
Komentar