Over Estimate Terhadap (Calonnya) PKS
By: admin
Minggu, 04 Mei 2014
0
Ditimpa angin prahara dahsyat selama setahun lebih, namun kini
partai yang diprediksi banyak pengamaat dan lembaga survey tidak lolos
Parliamentary Threshold ini ternyata masih tetap bertahan dan di
beberapa daerah mengalami kenaikan. Dukungan masyarakat itu kemudian
menjadikan PKS tetap punya posisi yang masih lumayan, sehingga PKS pun
tetap diperhitungkan dalam kancah politik nasional. Dalam percaturan
politik, baik di tingkat pusat maupun daerah, PKS kini tidak lagi
dipandang sebelah mata. Bahkan di sejumlah daerah PKS dipersepsi
memiliki kekuatan yang begitu hebat, seperti di Jawa Barat, Sumatera
Utara, Sumatera Barat, dan juga Maluku Utara.
Koalisi Besar yang dibangun parpol besar dan kecil untuk pilpres
Juli 2014 nanti contohnya. Partai sebesar Golkar dan PDI Perjuangan,
masih merasa perlu berkomunikasi menandingi kekuatan PKS dan partai –
partai Islam lainnya. Sedigdaya itukah PKS sehingga harus diimbangi oleh
koalisi – koalisi besar parpol?
Dalam konteks Pilpres, estimasi terhadap kekuatan PKS terasa
berlebihan. Jika saja para peserta Koalisi Besar mau menjadikan
riset-riset yang dilakukan berbagai lembaga, tentu mereka tidak akan
memiliki persepsi berlebihan seperti itu. Survei-survei itu menunjukkan,
Pemilu 2014 persentase perolehan suara PKS terus menurun dan tidak akan
mencapai Parliamentary Threshold.
Lingkaran Survey Indonesia (LSI), Jaringan Survey Indonesia (JSI)
dan Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) serempak mengatakan, bahwa PKS
takkan lolos ambang batas parlemen atau biasa dikenal dengan
Parliamentary Threshold.
Masih dalam konteks pilpres, calon presiden dan wakil presiden yang
diusung PKS pun tidak sementereng calon lainnya. Kalau kita lihat,
survey – survey selalu menempatkan capres tertentu dari partai lain di
posisi yang selalu tinggi. Ada sebuah guyonan di masyarakat bahwa
berkaitan dengan capres partai lain tersebut, “Jika dipasangkan dengan
sandal jepit saja, masih akan menang koq”. Sampai – sampai ada berita
yang menyatakan bahwa seorang akademisi berani sesumbar untuk capres
partai tersebut, “Jika kalah, silahkan potong leher Saya.” Sementara
tingkat pengenalan (awareness) maupun tingkat pilihan masyarakat
Indonesia terhadap capres dan cawapres yang dijagokan PKS, masih di
bawah calon partai lain tersebut.
Bercermin dari angka-angka survei tersebut, sulit memahami mengapa
partai-partai besar itu berkoalisi ‘Asal bukan yang diusung PKS’ ?
Sampai-sampai partai – partai menjadi kurang pede untuk mencalonkan
jagoan – jagoannya.
Ada sejumlah kemungkinan untuk menjelaskan fenomena itu. Pertama,
ada kemungkinan elite partai – partai besar itu tidak yakin, meragukan,
atau mungkin tidak mempercayai hasil survei itu. Kekuatan riil PKS
dianggap melampaui atau lebih besar dari angka-angka survei. Ini
tentunya yang menjadi bahan pertanyaan para elitenya.
Kedua, ada kemungkinan para elite partai ikut termakan isu
Islamisasi yang akan dilakukan jika PKS ikut berkuasa. Sehingga ada yang
sempat menyebut PKS sebagai musuh ideologis. Yang lain menyebut koalisi
besar itu untuk menjaga pluralisme dan mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Dalam pandangan mereka jika PKS menang
dikhawatirkan akan semena-mena menerapkan perda syariat sehingga
mengancam pluralisme dan NKRI.
Alasan ini cukup mengherankan juga. Pasalnya, jika PKS dianggap
sebagai musuh ideologis, mengapa hal itu hanya berlaku di Pilpres?
Sementara dalam ratusan pilkada yang sudah digelar di berbagai daerah,
partai-partai tersebut justru bahu membahu dengan PKS mengusung calon
dalam pilkada.
Kemudian terkait Perda syariah di beberapa daerah, para elite
politik itu tentu tahu jawabannya dengan pasti. Di daerah-daerah
tersebut, PKS tidak dominan, baik di legislatif, apalagi eksekutif.
Sebaliknya di daerah di mana PKS dominan, baik di legislatif maupun
eksekutif hal yang selalu disangkakan tampaknya tidak terjadi.
Ketiga, ketakutan terhadap militansi kader-kader PKS. Sudah menjadi
rahasia umum, PKS memiliki kader-kader dengan tingkat militansi yang
tinggi. Militansi kader memang terbukti efektif dan efisien dalam
menggerakkan mesin politik PKS. Jika mesin politik PKS bergerak kencang
memasarkan atau mensosialisasikan kandidat yang diusungnya,
dikhawatirkan akan mengubah angka-angka survei yang selama ini kurang
menguntungkan bagi kandidat PKS. Kekhawatiran dan estimasi berlebihan
para elite politik, yang kemudian melahirkan isu ‘Asal bukan yang
diusung PKS’, sangat boleh jadi justru akan menguntungkan PKS dan calon
yang diusungnya. (pkspancoran)
DPD PKS Siak - Download Android App