Sagu, Si Multi Fungsi dari Meranti
PKS SIAK, SELATPANJANG - Meski bukan merupakan satu-satunya daerah penghasil sagu di Indonesia, namun Kepulauan Meranti diperhitungkan dalam bicara sagu tingkat nasional. Bagaimana tidak, selain hasilnya terbaik di Indonesia, sagu di Meranti juga bisa menjadi berbagai panganan dan olahan lainnya.
Saat ini perkebunan sagu di Indonesia tersebar di beberapa provinsi hingga Papua dan Papua Barat. Di Riau sendiri, areal perkebunan sagu tersebar di lima kabupaten. Kepulauan Meranti menjadi kabupaten pemilik kebun sagu terbesar yakni 57.000 Ha. Disusul Kabupaten Indragiri Hilir 17.586 Ha, Bengkalis 3.103 Ha dan Kabupaten Pelalawan dengan luas 779 Ha.
Di Meranti, ketika sagu diolah, dalam satu batangnya akan memberikan banyak hasil. Selain jadi sagu, daunnya bisa dijadikan atap, kulitnya bisa dijadikan briket arang, pelepahnya bisa dijadikan dinding atau lantai pondok, umbut (pucuk yang belum keluar menjadi daun) bisa dijadikan sayuran).
Pohon sagu yang sudah dewasa ketika dipanen bisa dijadikan tual 8 hingga 10 tual. Dengan harga mencapai Rp450 hingga Rp500 ribu pertualnya. Tual-tual sagu ini akan dibawa ke tempat pengolahan untuk dijadikan sagu basah. Sagu basah ini merupakan proses awal pembuatan tepung sagu. Selain itu, tual sagu yang masih di sungai atau kanal bisa digunakan sebagai sarana olahraga. Yaitu, lari atas tual sagu yang merupakan olahraga satu-satunya di dunia.
Prosesnya pembuatan sagu basah secara tradisional cukup sederhana, sagu-sagu yang sudah menjadi tual itu terlebih dahulu dikupas. Kemudian isi dari batang sagu dimasukkan ke dalam mesin penggilingan.
Hasil penggilingan itu dialirkan ke dalam bak besar yang berisi air. Air ini kemudian dialirkan hingga pati sagu akan mengendap di sepanjang aliran air tersebut (biasanya dibuat seperti bak menggunakan papan). Sagu-sagu yang keluar dari endapan tersebut biasanya disebut sagu basah.
Sagu basah dijual Rp5000 sampai Rp6000 perkilogram. Sagu basah bisa diolah menjadi beberapa makanan tradisional seperti lempeng sagu, sempolit sagu, keperun, cendol, kue, dan berbagai makanan lainnya.
Kulit yang tadi dilepaskan dari tual disebut dengan nama uyung. Uyung ini juga sangat banyak manfaatnya. Uyug sagu bisa digunakan untuk penahan abrasi (ini telah dipraktekkan oleh beberapa kilang sagu yang beroperasi tidak jauh dari tebing).
Di Kepulauan Meranti sendiri, uyung sagu sangat bermanfaat dalam hal pembangunan jalan. Dimana, banyak lokasi tanah Meranti masih labil karena kebanyakan daerah merupakan tanah rawa atau dekat dengan laut. Uyung ini sangat pas digunakan untuk lapis sebelum jalan itu dilakukan pengerasan.
Bupati Kepulauan Meranti Drs H Irwan MSi dalam beberapa kesempatan mengungkapkan bahwa dengan ditemukan uyung sagu sebagai lapis jalan sebelum di lakukan pengerasan merupakan berkah tersendiri. Bagaimana tidak, selain bahan dasar mudah didapati, uyung lebih bagus dari kayu jika digunakan untuk pelapis jalan sebelum pengerasan dengan pasir dan batu (sirtu).
Selain itu pula, di Meranti juga sudah ada pabrik pengolah uyung sagu menjadi briket arang. Perusahaan itu bernama Sara Rasa dan beroperasi di Pulau Rangsang tepatnya di Kecamatan Rangsang Barat.
Namun, beberapa daerah di Meranti, uyung sagu diolah menjadi lantai, dinding, karena bentuk uyung dagu ini sama seperti papan, namun memiliki serat yang sangat padat.
Di sisi daun, daun sagu bisa disulam menjadi atap. Atap sagu sangat murah, untuk satu keping (ukuran 1,80 meter) harganya hanya Rp2000 rupiah. Atap yang terbuat dari daun yang sudah tua bisa bertahan 15 hingga 20 tahun. Keuntungan menggunakan atap daun ini, udara di dalam rumah lebih dingin jika dibandingkan dengan menggunakan atap seng atau metal.
"Kalau dipilih betul daunnya, yang bagus, atap bisa tahan 15 hingga 20 tahun," ujar Nung Mil, salah seorang tokoh masyarakat Tebingtinggi Timur.
Pelepah sagu, bagian kulit (pelepah) bisa digunakan untuk bintit dalam membuat atap. Bintit ini digunakan untuk bahan penjahit (penyatu) antara daun yang satu dengan daun yang lain. Selain itu, bintit juga bisa diolah menjadi alat tangkap ikan seperti lukah.
Lukah bintit produksi masyarakat Tebingtinggi Timur telah dijadikan cidera mata untuk beberapa artis lingkungan seperti Fadli dan Renda Padi. Ihsan Skuter dan Melanie Subono, serta beberapa artis lainnya.
Sedangkan pelepah sagu bisa digunakan untuk dinding maupun lantai pondok (yang banyak digunakan masyarakat dalam bekerja di hutan, maupun masyarakat kurang mampu).
Umbut (pucuk yang belum sempat keluar menjadi daun) sagu bisa digunakan masyarakat sebagai sayur. Rasa umbut sagu tidak ubah seperti umbul kelapa. Hanya saja, umbut sagu teksturnya lebih lembut dan rapuh ketika dimasak.
Sedangkan akar pohon sagu yang mana batangnya sudah ditebang, bisa bermanfaat sebagai penyubur tanah. Sebab, akar-akar itu akan membusuk dan bisa menyuburkan anak-anak sagu (yang disebut abut). Abut inilah merupakan awal dari kesejahteraan pemilik kebun sagu.
Menyadari akan banyaknya keuntungan dari sagu, di kabupaten termuda se Riau dan berbatasan langsung dengan Malaysia itu sedang digiat untuk berkebun atau berinvestasi di sektor perkebunan sagu.
Manisnya perputaran uang di bisnis "si pohon emas" dari Meranti ini mencapai Rp900 miliar pertahun, dengan negara tujuan eskpor hingga Asia Selatan.
"Tidak ada orang kaya di Meranti, kecuali tauke sagu. Investasi di sini pasti untung," ucap Irwan di banyak kesempatan untuk meyakinkan bahwa sehatnya investasi bisnis ini.
Sebenarnya, jauh sebelum nama Kepulauan Meranti ada, wilayah Selatpanjang sudah dikenal sebagai daerah penghasil sagu. Baik sebagai makanan pokok (karena susahnya pasokan beras masyarakat pada zaman penjajahan), maupun untuk barang dagangan, bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka yaitu sejak dibawah kekuasaan Kerajaan Siak Sri Indrapura.
Kepulauan Meranti terdiri dari empat buah pulau besar dengan total luas 3.714,19 km2, atau hanya 4,17 persen dari total luas wilayah Provinsi Riau. Berjarak 141 Km dari ibukota Provinsi, Kota Pekanbaru.
Kerjasama yang dijalin Pemkab Meranti dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kepulauan Meranti dengan Balai Penelitian Tanaman Palma (Balitpalma) Manado, tahun 2011-2013 lalu telah menelurkan varietas unggul sagu. Varietas inipun juga telah dipatenkan dengan nama "Sagu Selatpanjang" oleh Tim Penilai Pelepas Varietas (TP2V) Tanaman Perkebunan Kementerian Pertanian. Setidaknya ada tiga jenis sagu di Meranti, yakni sagu b emban, sagu duri, dan sagu sangka.
"Ini salah satu upaya Pemkab Kepulauan Meranti untuk mengembangkan perkebunan sagu dengan varietas unggul. Anakan yang berkualitas tentu akan memaksimalkan produksi perkebunan sagu masyarakat," ujar Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kepulauan Meranti, Mamun Murod, ditemui di ruang kerjanya belum lama ini.
Berdasarkan data Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (DisperindagkopUkm) Kepulauan Meranti, tercatat 67 kilang berskala kecil dan menengah. Ditambah satu perusahaan skala besar, PT NSP yang mendapat izin 21.600 hektar lahan.
Rata-rata satu buah kilang hanya mampu menyerap 10 hingga 35 orang tenaga kerja. Sedangkan industri skala besar, PT NSP baru mampu mempekerjakan 300 karyawan tetap dan 400-an tenaga kerja lepas. Sistem kerja yang dipakai perusahaan masih sistem borongan, sehingga sebagian besar tenaga kerja masih berstatus tenaga kerja lepas.
Alasannya perusahaan masih dalam tahap pembangunan areal tanaman hingga dapat menyediakan bahan baku 5000 tual sagu perhari, atau kapasitas produksi 100 ton perhari.
Disperindagkopukm juga mencatat dari 2400 buah Usaha Kecil Menengah (UKM) yang terdaftar hanya 137 UKM yang bergerak di bidang usaha sagu. Mulai dari usaha mie sagu, hingga berbagai kue mueh lainnya.
Data dari Dinas Sosial Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Disosnakertrans) Kepulauan Meranti mencatat dari 152 perusahaan dan industri rumahan di berbagai sektor, baru mampu menyerap 3.037 tenaga kerja. Sedangkan angka pengangguran terbuka yang diambil dari data AK1 atau kartu kuning, terjadi peningkatan sebanyak 2000 pengangguran setiap tahunnya.
Saat ini pula, tengah dilakukan uji coba untuk membuat beras dan glukosa dari sagu. Kalau ini berhasil, sebagaimana disampaikan Irwan, harga sagu pasti akan jauh lebih mahal dari sekarang.