Kecewa adalah Tanda Cinta
By: Abul Ezz
Minggu, 01 September 2013
0
pkssiak.org - “Orang-orang partai politik itu mudah kecewa. Begitu keinginannya tidak terpenuhi, lalu keluar dari partainya dan membuat partai baru”, kata seorang teman kuliah di Lemhannas berapi-api. Aku hanya mengatakan, “Tergantung partainya, dan tergantung orangnya”. Dia terus saja mengomel tentang jeleknya orang-orang parpol, dan jawabanku pun tetap sama.
Ini soal perasaan kecewa. Sesungguhnyalah kecewa muncul karena adanya
harapan yang tidak kesampaian. Ada harapan yang ditanam, dan ternyata
tidak didapatkan dalam kenyataan. Inilah yang menyebabkan muncul
kekecewaan. Jarak yang terbentang antara harapan dengan kenyataan itulah
ukuran besarnya kekecewaan. Semakin lebar jarak yang terbentang,
semakin besar pula kekecewaan. Oleh karena itu, kecewa itu ada di
mana-mana, di lingkungan apa saja, di dunia mana saja, selalu ada
kecewa.
Mari kita mulai dari yang paling kecil dan sederhana. Kadang kita
kecewa dengan diri kita sendiri. “Mengapa saya tidak begini, mengapa
saya tidak begitu”, adalah contoh kekecewaan yang kita alamatkan kepada
keputusan kita sendiri yang telah terjadi. Kita menyesal di kemudian
hari.
Dalam kehidupan rumah tangga yang isinya hanya dua orang saja, yaitu
suami dan isteri, bisa muncul kekecewaan. Suami kecewa kepada isteri,
dan isteri kecewa kepada suami. Hidup berdua saja bisa menimbulkan
kecewa, apalagi kehidupan organisasi atau negara. Jika di dalam rumah
tangga mulai ada anak-anak, kekecewaan bisa bertambah luas. Anak kecewa
dengan sikap orang tuanya, dan orang tua kecewa dengan kelakuan
anaknya. Satu anak dengan anak lainnya juga bisa saling kecewa
mengecewakan.
Satu keluarga bisa kecewa atas perbuatan keluarga lainnya dalam sebuah
lingkungan tempat tinggal. Satu desa bisa kecewa dengan desa lainnya
dalam satu kecamatan. Indonesia sangat kecewa dengan sikap Amerika yang
arogan, kecewa dengan sikap Israel yang merampas hak warga sipil
Palestina secara semena-mena. Sebagaimana Amerika kecewa dengan
Indonesia karena kurang akomodatif dengan kebijakan Amerika. Israel
kecewa dengan Indonesia karena tidak mau membuka hubungan diplomatik
dengan Israel.
Jamaah sebuah masjid bisa kecewa dengan sikap imam masjid, sebagaimana
imam masjid bisa kecewa dengan kondisi jamaah. Masyarakat gereja bisa
kecewa terhadap pendeta sebagaimana pendeta bisa kecewa terhadap
keadaan jemaatnya. Suporter sepak bola sering kecewa terhadap tim yang
dibelanya, sebagaimana pemain sepak bola sering kecewa kepada sikap
para suporter.
TNI bisa kecewa terhadap kebijakan dan sikap Polri sebagaimana Polri
bisa kecewa terhadap TNI. Angkatan Darat bisa kecewa terhadap Angkatan
Laut dan Udara, sebagaimana Angkatan Laut bisa kecewa terhadap Angkatan
Darat dan Udara, atau Angkatan Udara kecewa terhadap Angkatan Darat dan
Angkatan Laut. Di Angkatan Darat, seorang komandan bisa kecewa
terhadap anak buahnya, sebagaimana anak buah bisa kecewa kepada
komandannya.
Dalam gerakan dakwah, seorang kader bisa kecewa kepada pemimpin,
sebagaimana pemimpin bisa kecewa atas sikap para kader. Seorang kader
PKS menyampaikan pesan lewat SMS kepada saya, yang isinya mengatakan
sangat kecewa dengan PKS dan akan keluar serta bergabung dengan sebuah
gerakan dakwah tertentu, sebut saja gerakan G. Saya menjawab dengan dua
kali jawaban. Pertama, bahwa hak masuk dan keluar dari PKS adalah di
tangan anda sendiri, tak ada yang boleh memaksa. Kedua, kalau anda
keluar dari PKS karena kecewa dan akan bergabung dengan gerakan dakwah
G, maka ketahuilah bahwa gerakan G itu juga pernah mengecewakan
anggotanya. Ada banyak orang kecewa dari gerakan G dan berpindah ke
gerakan yang lainnya. Di setiap gerakan dakwah, selalu ada orang yang
kecewa dan meninggalkan gerakan dakwah itu. Selalu.
Sepanjang sejarah kemanusiaan paska masa kenabian, tidak ada satupun
organisasi yang tidak pernah mengecewakan anggotanya. Semua organisasi,
semua gerakan, semua harakah pernah mengecewakan anggotanya. Selalu ada
anggota organisasi atau anggota gerakan yang kecewa dan terluka.
Selalu.
Ini bukan soal benar atau salahnya kondisi tersebut. Ini hanya potret
sesungguhnya, begitulah kenyataan yang ada. Cobalah sebut satu saja
contoh organisasi, ormas, gerakan dakwah, instansi, atau apapun. Pasti
ada riwayat pernah ada anggota atau pengurus yang kecewa. Kalau tidak
ada yang pernah dikecewakan, berarti organisasi tersebut belum pernah
beraktiviktas nyata.
Bahkan organisasi yang dibuat dari kumpulan orang kecewa, pasti pernah
mengecewakan anggotanya pula. Misalnya sekelompok orang kecewa dengan
kebijakan organisasi A, lalu mereka menyingkir dan berkumpul. Mereka
bersepakat, “Kita berkumpul di sini karena dikecewakan para pemimpin
kita. Sekarang kita himpun potensi kita, dan kita berjanji untuk tidak
saling mengcewakan lagi. Jangan ada yang dikecewakan disini”. Tatkala
mereka sudah eksis sebagai organisasi, maka pasti ada yang kecewa di
antara mereka.
Mereka tidak tahu, bahwa kecewa itu tanda cinta. Kalau tidak cinta,
tidak mungkin kecewa. Karena cinta, maka muncullah berbagai harapan
kita. Setelah harapan tertanam, ternyata apa yang kita lihat dan kita
alami tidak seperti yang diharapkan. Maka muncullah kecewa.
Mengapa beberapa orang parpol yang kecewa lalu membuat parpol baru lagi
? Karena boleh menurut Undang-undang. Coba kalau Undang-undang
membolehkan membuat TNI baru, atau Polri baru, atau Mahkamah Agung baru,
atau DPR baru, pasti sudah banyak orang membuat dari dulu. Banyak
orang kecewa dengan TNI, banyak orang kecewa dengan Polri, banyak orang
kecewa dengan Mahkamah Agung, banyak orang kecewa dengan DPR, banyak
orang kecewa dengan Presiden dan Wakil Presiden, banyak orang kecewa
dengan Menteri, banyak orang kecewa dengan Gubernur, Bupati, Walikota,
Camat, Kepala Desa, Ketua RW atau Ketua RT.
Jadi, kecewa itu ada dimana-mana, karena cinta ada dimana-mana, karena
harapan ada dimana-mana. Namun muncul pertanyaan, pantaskah kita tidak
berani memiliki harapan karena takut dikecewakan ? Jawabannya jelas,
tidak pantas !
Karena harapan itulah yang membuat kita bersemangat, karena harapan
itulah yang membuat kita bekerja, karena harapan itulah yang membuat
kita selalu berusaha melakukan dan memberikan yang terbaik, bahkan
karena harapan itu pula yang membuat kita ada. Jangan takut memiliki
harapan masuk surga. Jangan takut memiliki harapan Indonesia yang makmur
dan sejahtera. Jangan takut memiliki harapan Indonesia menjadi negara
paling adil dan paling maju di seluruh dunia.
So, teruslah memiliki dan memupuk harapan. Teruslah bekerja, teruslah berkarya, hingga akhir usia. Jangan takut kecewa.
Pancoran Barat 30 Nopember 2010
Cahyadi Takariawan - cahyadi-takariawan.web.id
DPD PKS Siak - Download Android App