Select Menu

Iklan 1080x90

SaintekSIROH

PKS BERKHIDMAT UNTUK RAKYAT

BERITA SIAK

FIQIH

SIROH

Kesehatan

Saintek

Video Pilihan

» » » Kisah Anggota ODOJ yang Muallaf dan Mantan Calon Pastur

Kisah Anggota ODOJ yang Muallaf dan Mantan Calon Pastur


By: Abol Ezz Minggu, 12 Januari 2014 0

Cahaya Hidayah (ilustrasi)
pkssiak.org - "Saya muallaf, saya baru 1,5 tahun masuk Islam. Saya dulu aktifis Katolik jebolan sekolah calon pastur dan saya memilih menjadi orang yang mengharamkan itu. Sejak kecil saya sudah hidup di 2 agama dan 1 agama adat, Katolik, Islam dan ADS (Agama Djawa Sunda) suatu agama/kepercayaan adat," ujar Yosep Yaya Ismaya mengawali  perbincangannya bersama PKS Nongsa melalui layanan Blackberry Messenger beberapa waktu lalu.

Yosef menceritakan bahwa di daerahnya yang terletak di wilayah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat banyak yang menganut ADS tapi karena bukan suatu agama yang diakui oleh negara maka ada isu akan dibubarkan dan penganutnya sebagian besar pindah ke Katolik karena pangerannya masuk Katolik, sisanya ada yang masuk Islam dan ada yang tetap bertahan.

"Keluarga besar kami pecah karena agama, satu keluarga ada yang Katolik, Islam dan ada yang ADS," lanjutnya.

Katolik adalah agama yang dianut Yosep sebagai agama keturunan dari orang tua, tetapi sejak kecil dia lebih nyaman dengan saudaranya yang Muslim walaupun tidak menutup kemungkinan dia bergabung dengan saudaranya yang Katolik dan ADS.

"Orang tua suka marah kalau saya ikut-ikutan dengan saudara yang Islam, kadang saya dipukul atau pulang dengan diseret kalau ketahuan suka ikut-ikutan sholat atau belajar ngaji," ungkapnya.

Menurut yosep anak kecil tidak punya kuasa untuk menolak tapi anak kecil akan tinggal dimana ia merasa nyaman.

"Maka saya pun selalu balik lagi ke saudara yang Islam walaupun tau resikonya. Saya selalu di doktrin itu Islam, saya Katolik. Itu tidak membuat saya berubah," katanya.

yosep menceritakan setiap Ramadhan dia sering menginap di rumah saudaranya yang Muslim. Ikut sahur bersama walau keesokan harinya dia sarapan lagi di rumah.

"Dan saat buka saya selalu balik ke rumah saudara saya untuk buka, kalau tidak mereka akan mengirimi kolak dan yang lainnya ke rumah," paparnya.

Suatu saat setelah sahur, kenang Yosep dia ikut-ikutan Sholat Subuh. Anak kecil tidak pernah sholat dengan benar, hanya main-main saja, ngeliatin orang yang lagi sholat.

"Tapi waktu saya melihat wajah bibi saya, wajah itu bercahaya. Saya pikir sholat pake make up karena kalau ke gereja orang-orang pake make up. Saya baru tahu kalau sholat gak pake make up tapi pake air wudhu setelah besar," kenang Yosep.

Melihat gelagat yang kurang menyenangkan tersebut, akhirnya orang tuanya menitipkannya di gereja. Ikut sekolah minggu, ikut Pastur kemanapun iya pergi karena ayahnya bekerja sama dengan mereka. Yosep juga ikut seorang Pastur warga Belanda sebagai bapak angkatnya karena waktu itu misionarisnya orang Belanda.

Yosep besar di lingkungan gereja, orang tuanya seorang Katolik yang taat. Dia pun aktif mengikuti berbagai organisasi Katolik, Remaka (remaja katolik), putra putri altar (pelayan Pastur saat sakramen), Mudika ( muda mudi Katolik).

Saat lulus SMP, Yosep mendapat beasiswa untuk sekolah ke Bandung, sekolah calon pastur. Dari TK, SD, sampai SMP, Yosep di sekolah Katolik. Sejak sekolah di Bandung, kehidupan Bandung telah merubah pandangannya tentang Pastur, karena Pastur yang di kampungnya hidup mengayomi umat, dekat sama umat yang kecil. Pastur di Bandung berbeda, mereka borjuis, hidup dengan kalangan atas saja, hedonis.

"Bertolak belakang dengan pastur di kampung. Saya mulai tidak suka dengan mereka. Saya tumbuh menjadi pemuda yang kritis berkat gemblengan Pastur Belanda. Tapi itu yang jadi malapetaka saya di seminari ( sekolah calon pastur). Saya sering dilebelin sesat, ketika tanya ini itu mereka suka bilang kalau beriman percaya saja ga usah tanya ini itu. Tapi saya tidak puas," ungkap Yosep.

Pada tahun kedua karena sistemnya seperti di universitas, Yosep diangkat menjadi Dekan, langsung di bawah Rektor. Tapi selalu bertentangan dengan Rektor dan selalu pro ke seminaris (para calon pastur). Karena terlalu sering bersitegang dengan Rektor dan masalah sekecil apapun selalu dipermasalahkan oleh rektor, pertengahan tahun ketiga, Yosep mengundurkan diri untuk istirahat, sebelum lanjut ke seminari tinggi.

"Mereka bersorak atas kemunduran saya tentunya dibelakang saya tapi saya selalu bilang saya ke Bandung bukan karena mereka tapi karena Tuhan," lanjutnya.

Yosep menceritakan tentang rutinitasnya yang padat saat sekolah di St Maria 1 Bandung hingga dirinya tak sempat untuk memikirkan masalah pribadi.

"Yang bikin muntah saat sekolah di St. Maria 1 Bandung yang merupakan sekolah terbaik yayasan salib suci adalah pelajaran dengan tugas-tugas seabrek ditambah pelajaran seminari dengan tugas-tugasnya. Waktu belajar cuma dari jam 19.30 sampai 21.00 (1,5jam) dan itu kurang untuk ngerjain tugas. Bangun pagi harusnya setengah 5, kita bangun jam 4. Kadang jam 3 untuk belajar. Waktunya tidur siang kita pake belajar sementara tidur malam kita undur. Kalau lampu sudah mati kita belajar pake lilin. Jadi yang ada di otak saya saat itu hanya belajar, belajar dan belajar. Kita lupa pacaran, bahkan lupa keluarga dan lain-lain," ungkapnya.

Tertarik Tapi Kunjung Masuk Islam

Setelah keluar dari St Maria 1 Bandung, Yosep bekerja di sekolah katolik di Cibinong, Bogor. Waktu Kerja hanya  8 jam, sehingga Yosep banyak memiliki waktu luang yang bisa dimanfaatkan untuk hal yang positif. Yosep akhirnya bergabung dengan komunitas atlit panjat tebing di Pemda Bogor setelah pulang kerja dan latihan sampai tak kenal waktu kadang sampai jam sebelas malam. Terkadang pulang jam 1 malam. Namun Yosep menikmatinya karena memang rutinitas seperti itu yang dia sukai.
"Di komunitas itu yang Katolik cuma saya seorang, yang lain Islam semua. Saya sering melihat mereka sholat di sekretariat, lama-lama saya mulai teringat dengan kenangan masa kecil. Saya suka ketika mereka sholat. Saya mulai berpikir enak jadi orang Islam, subuh udah ketemu Tuhan, baru setengah hari udah ketemu Tuhan lagi, baru seperempat hari udah ketemu Tuhan lagi, baru seperempat hari lagi ketemu Tuhan lagi. Bahkan baru satu jam sudah ketemu Tuhan lagi," ujar Yosep.

Sedangkan di Katolik, menurut Yosep seminggu sekali baru bertemu Tuhannya. Tapi ketertarikan itu tidak lantas membuat Yosep masuk Islam.

"Saya masih pake otak bukan hati. Tidak mungkin saya masuk Islam. Saya calon pastur, dari kecil hidup di gereja dan sebagainya," katanya.

Yosep mengakui saat itu dia suka jika diajak teman-temannya ke masjid. Yosep sering ikut mereka tapi dia tidak berani masuk ke masjid karena kalau ke gereja suka ada penjaganya, satpamnya, bapa kebun, atau sekretariatnya. Dia mengaku takut ditanya ini itu, hingga akhirnya cuma lesehan di teras depan. Itu pun kalau ada orang yang lewat dia suka pura-pura ke kamar mandi dan nanti balik lagi ke tempat semula.

Yosep baru tahu setelahnya kalau masjid yang jaga adalah Allah semata. Dia juga mengaku merasa damai berada di masjid tapi lagi-lagi hal itu tidak lantas membuat dia masuk Islam.

"Saya masih pake otak dan doktrin saya tentang Katolik terlalu kuat. Dua kali saya ikut bulan Ramadhan di Bogor. Saat itu saya sering dibohongi temen-temen bahwa pahala orang yang nyediain puasa pahalanya lebih besar dari orang yang puasa. Makanya saya suka bangun buat nyiapin sahur buat mereka. Kalau Maghrib mereka bohongin saya pahala orang nyiapin buka, pahalanya sama dengan orang yang berpuasa, saya nyiapin lagi walaupun saya tahu di belakang saya mereka ketawa-ketawa. Saya seneng aja tapi tidak lantas membuat saya masuk Islam," lanjut Yosep.

Pada tahun 2007, Yosep pulang kembali ke kuningan dan bekerja sebagai marketing junior, 3 hari langsung target. saat jadi marketing senior 1 bulan langsung over target, kemudian marketing eksekutif setahun terus jadi supervisior. Lagi-lagi Yosep beragama Katolik hanya dirinya sendiri. Tapi anehnya, tiap pagi dia yang mimpin doa, memberi motivasi, dan lain-lain.

Namun, saat di lapangan kalau kehujanan, kepanasan, dan ingin istirahat dia beristirahat di masjid padahal saat itu dirinya masih Katolik. Anehnya lagi, ketika dia jadi supervisior kalau anak buah tidak ada di lapangan, maka dia mencarinya ke masjid. Lagi-lagi masjid tapi lantas tidak membuat ia masuk Islam. Banyak organisasi yang ia ikuti. dari mulai LSM lingkungan hidup, sanggar seni, club motor, Pecinta Alam dan lain-lain.

"Biasanya Katoliknya hanya saya sendiri tapi suka dipilih sebagai kandidat ketua padahal mereka semua Islam," katanya.

Akhirnya Yosep Masuk Islam Juga

Tahun 2010, Yosep punya teman di teater anak STSI Bandung yang sering bercerita soal agama. Saat Ramadhan, sebulan penuh Yosep ikut puasa bersama dengan temannya itu. Akhirnya, Yosep pun memutuskan untuk pertama kalinya memeluk agama Islam.

"Saya menghubungi temen-temen atlit di Cirebon, suruh nyari yang bisa ngeislamin, nyariin tempat buat tinggal sampe nyariin tempat buat belajar agama. Semua sudah disiapin. Setelah semuanya siap, yang ngeislamin sudah siap, saya bilang ke temen STSI, saya mau masuk Islam, eh dia malah menghilang, dihubungi gak bisa. Saya mulai goyah lagi. Saya batalkan masuk Islam saat itu tahun 2011," kenang Yosep.

Ketika temannya tersebut tahu bahwa dia tidak jadi masuk Islam, temannya tersebut marah besar hingga keluar omongan yang kurang sedap, seolah-olah Yosep hanya ingin mempermainkan agama saja.

"Saya mulai tersadar, dari kecil saya hidup beragama tapi koq bisa-bisanya saya mempermainkan agama yang lain. Saya mulai resfek lagi dengan agama sejak saat itu karena merasa bersalah dengan yang namanya agama," ungkap Yosep.

Pada tahun 2012, Yosep diajak oleh temannya di sanggar seni untuk buka puasa bersama pada puasa hari pertama bulan Ramadhan. Saat itu dia berpikir bahwa tahun lalu saja dia ikut berpuasa, dan ingin mencoba lagi puasa. Baru 6 hari puasa, Yosep selalu bertanya seputar Islam ke saudara-saudaranya yang Islam tentang apa itu puasa, apa itu Islam, apa itu Ramadhan hingga saudaranya tersebut kebingungn dan mengajaknya ke badan muallaf.

"Pertanyaan saya ke badan muallaf cuma dua apa itu hidayah dan apa itu muallaf. Beliau menjelaskan yang saya dapat selama ini dari kecil sampai besar itu hidayah. Orang lain hanya dengan satu hidayah saja buat masuk Islam, tapi saya hidayahnya sudah sebanyak itu namun tidak masuk Islam juga. Muallaf adalah bukan orang yang masuk ke Islam tapi kembali ke Islam karena sejak lahir sudah fitrah, fitri, suci, atau Islam. Cuma orang tua lah yang meyahudikan dan menasranikan," ujar Yosep menirukan perkataan petugas di badan muallaf tersebut.

Setelah mendengar hal itu, keinginan Yosep untuk masuk Islam semakin kuat. Bahkan, ketika disuruh untuk berpikir ulang dia enggan dan langsung memutuskan untuk memeluk agama Islam sesegera mungkin. Menurut ajaran Islam tidak ada hari baik, hari buruk tapi ada hari yang paling baik yaitu hari Jum'at. Tidak ada bulan yang baik dan yang buruk tapi ada bulan yang paling baik yaitu bulan Ramadhan.
"Saat itu adalah hari Jum'at di bulan Ramadhan ba'da Sholat Tarawih saya putuskan masuk Islam dengan disaksikan oleh para santri di sebuah pesantren kecil," kenang Yosep.

Sejak saat memutuskan untuk memeluk Islam, Yosep sudah bertekad dan akan siap menerima resiko apapun juga terutama dari pihak keluarga.

"Saat itu saya masa bodoh kalau harus diusir oleh keluarga Katolik seperti yang dialami sejak kecil dulu. Saya ambil semua resiko. Ketika baru seminggu masuk Islam dan saat itu mau Jum'atan pertama, saya ketahuan masuk Islam karena saya lupa mengunci lemari yang didalamnya ada sajadah, baju koko, kopiah pemberian ibu-ibu majelis ta'lim. Saya pun diusir oleh keluarga Katolik karena mereka malu dengan saya, besar di gereja, calon pastur, masuk Islam," katanya.

Saat ini Yosep tinggal di ponpes Al-Multazam Husnul Khotimah, Kuningan. Kalau pagi dia belajar di Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Al-Multazam Husnul Khotimah sampai Dzuhur. Kemudian jam 14.00 sampai jam 17.30 dia belajar di Sekolah Tinggi Agama Islam Husnul Khotimah (SETIA HK) Fakultas Manajemen Pendidikan Islam. Jam 18.30 sampai jam 22.00 dia meneruskan belajar di Universitas Kuningan (UNIKU) Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi.

Al-Multazam dengan Husnul Khotimah adalah 2 pesantren yang berbeda tetapi satu pendirinya dan letaknya pun bersebelahan. Al-Multazam menginduk ke Dinas Pendidikan dengan jumlah santri sekitar 1.200-an orang dan sekitar 5 hektar. Sementara Husnul Khotimah menginduk ke Depag dengan jumlah santri sekitar 2.500-an dengan luas 6 hektaran.

"Karena ajakan dari temen di Rumah Qur'an Kuningan, saya sempet bergabung dengan grup ODOJ (One Day One Juz) tapi lupa grup berapa. Saya memutuskan keluar dikarenakan kesibukan dan disamping itu juga baca Al-qur'an saya masih belum terlalu lancar," aku Yosep mengakhiri ceritanya. [pksnongsa]

Penulis: Muhlis Daeng Laloara
Editor: "Bang DM"
[pksnongsa]

Tag #KisahKehidupan #ODOJ #Opini


DPD PKS Siak - Download Android App


«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama
0 Comments
Tweets
Komentar

Tidak ada komentar

Leave a Reply

Komentar sehat anda..