Dinilai tidak Profesional, KPU Harus Diberi Sanksi
By: admin
Rabu, 13 Agustus 2014
0
"Kami berharap DKPP memutuskan para komisioner KPU tidak profesional dan melanggar etika. Selanjutnya memberikan sanksi terhadap komisioner-komisioner pelanggar ektika itu," ungkap Mahendradatta dalam siaran pers yang kami terima, Selasa (12/8).
Pada sidang DKPP sebagai tindaklanjut dari pengaduan dugaan pelanggaran kode etik semua anggota penyelenggara pemilu ikut terseret. Di samping KPU, juga Badan Pemilu (Bawaslu) ikut kena getahnya. Mereka diseret ke DKPP karena diadukan dengan tiga dugaan pelanggaran kode etik.
Dia menyebutkan, KPU tak konsisten menjalankan PKPU nomor 4, nomor 9 dan nomor 19. PKPU Nomor 4 Tahun 2014 mengatur tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014; PKPU Nomor 19 Tahun 2014 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara di Tempat Pemungutan Suara dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil dan Presiden Tahun 2014.
Beberapa pelanggaran yang dilaporkan adalah masa rekapitulasi nasional pilpres seharusnya berjalan satu bulan, tepatnya hingga 9 Agustus. Tapi 22 Juli dipaksakan untuk keluar hasilnya. Selaian itu, mengenai PKPU No 9 Tahun 2014 tentang Penyusunan Daftar Pemilih, ia menyebutkan, KPU tak konsisten dengan membiarkan jumlah suara lebih besar daripada data pemilih yang tertera pada daftar absen. Yang berbeda jumlah suaranya. Artinya ada pemilih ganda.
Menurutnya pihaknya sekarang, tidak lagi percaya kami yakin ada kecurangan. Kecurangan sudah rapi sejak awal. Terlalu sempurna ini disebutkan sebagai suatu hal yang kebetulan.
Sebelumnya, tim hukum capres-cawapres Prabowo-Hatta mengajukan uji materi tiga peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Mahkamah Agung (MA). Tujuannya, di samping untuk menganulir peraturan yang bertentangan dengan UU Pilpres, juga demi menjamin ketertiban pemilu mendatang.
"Kami sudah mendaftarkan judicial review itu ke MA. Kami meminta MA membatalkan tiga peraturan KPU itu karena bertentangan dengan undang-undang," ujar dia.
Tiga peraturan KPU itu ditengarai sebagai jalan masuknya praktik penggelembungan suara ke salah satu pasangan capres-cawapres.
Mahendradatta optimistis MA akan mengabulkan uji materil peraturan KPU tersebut. Karena, menurut kajian tim hukum Prabowo-Hatta, ketiga peraturan KPU itu menyalahi bahkan menabrak ketentuan UU Pilpres yang dijalankan.
Jika ketiga peraturan KPU itu dianulir MA, tim hukum Prabowo-Hatta berkeyakinan penyelenggaraan pemilu pilpres mendatang akan lebih baik dari sekarang ini (2014).
Selain uji materil ke MA, tim hukum Prabowo-Hatta yang saat ini tengah menggugat hasil Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi (MK), juga melaporkan berbagai dugaan pelanggaran etika para komisioner KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Kami eksaminasi kecurangan KPU. Kami menduga kecurangan KPU itu ditata rapi sejak awal," kata dia.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pangi Syarwi Chaniago menilai, KPU menimbulkan kekisruhan demokrasi saat menyelenggarakan Pilpres 2014. Sebab, ulah KPU yang terasa beberapa indikasi dianggap kurang netral partisipan, sehingga menguntungkan salah satu calon presiden itu, akan berdampak pada kekecewaan publik.
"Akibat kekecewaan muncul ketidakpercayaan (distrust). Jika tidak ada lagi kepercayaan, maka outputnya kegaduhan politik dan polemik di tengah masyarakat," kata Pangi.
Menurut dia, hal itulah yang melelehkan kualitas demokrasi ketika publik mulai ragu dengan hasil pemilu. Padahal, jantung dari demokrasi adalah pemilu.
Pangi menjelaskan, untuk memastikan pelaksanaan pemilu tanpa kecurangan tidak boleh ada satu suara pun yang hilang, apalagi suara tersebut dicuri dan dimanipulasi secara masif. "Suara rakyat adalah suara tuhan (vox populi, vox dei)," ucapnya.
Oleh sebab itu, pengamat politik yang konsen pada isu-isu pemilu, Ray Rangkuti, berharap pasangan Prabowo-Hatta selaku penggugat hasil pilpres agar benar-benar menjadikan persidangan MK sebagai wadah untuk membuktikan berbagai tudingan terkait kecurangan dan penyelewengan Pilpres 2014. Jika dilewatkan atau disia-siakan kesempatan tersebut, menurut Ray, citra Prabowo-Hatta sendiri akan buruk di mata masyarakat. Tidak itu saja alasannya. Pembuktian yang baik juga salah satu cara mengoreksi pelaksanaan pilpres sekaligus pendidikan politik bagi masyarakat.
Ray menyarankan kubu Prabowo-Hatta menjauhkan sikap retoris belaka, apalagi yang mengarah ke provokasi daripada argumentasi yang didukung fakta dan bukti.
"Jadi persidangan MK betul-betul adu bukti, bukan adu agitasi," kata Ray mengingatkan agar kubu Prabowo-Hatta fokus pada pembuktian dengan menyodorkan berbagai data akurat, komplit dan meyakinkan. Sebab, hanya dengan kehadiran bukti akurat, saksi fakta yang meyakinkan, gugatan yang dianggap mewakili aspirasi jutaan pemilih itu menjadi bermakna dan berarti.[dm/sp]
DPD PKS Siak - Download Android App